TENTANG HAIKUKU

haikuKu merupakan grup bebas-terbuka. Haiku (俳句?) adalah puisi asli dari Jepang, yang merupakan revisi akhir abad ke-19 oleh Masaoka Shiki dari jenis puisi hokku (発句?) yang lebih tua. Namun puisi mikro ini sudah menjadi milik dunia, siapapun berhak menulis haiku atau hokku. Haiku tidak hanya Matsuo Basho (1644–1694), Onitsura (1661–1738), Yosa Buson (1716–1783), Kobayashi Issa (1763–1827), tapi juga James W. Hackett, Jorge Luis Borges, Cid Corman, Allen Ginsberg, Dag Hammarskjöld, Jack Kerouac hingga Octavio Paz. Mari lewat grup ini kita berapresiasi dan berkarya mendalami haiku. HaikuKu menganut model haiku yang berpola 17 sukukata dalam patron 5-7-5, yaitu:5 suku kata pada baris pertama,7 suku kata pada baris kedua, 5 suku kata pada bari ketiga. Untuk kata ulang tetap dihitung penuh, hati-hati = 4 sukukata, kemana-mana = 5 sukukata, penulisan angka dihitung kata ucapannya, 1 dibaca “satu” = 2 sukukata, 10 dibaca “sepuluh” = 3 sukukata. Untuk kata-kata interjeksi tidak diperkenankan, misal “ah”, “ih”, “hi..hi..”, “hu...hu...”, “ha..ha...ha..”, HaikuKu tidak mengenal rima, irama, namun jika memang diperlukan tidak masalah, haikuKu harus memiliki dasar tradisi budaya Indonesia maupun kedaerahn dalam spiritnya, tidak mewajibkan harus ada penanda musim (Kigo) seperti salju, angin, pagi, batu, air, awan, gunung, rumput, namun jika itu diperlukan tidak masalah, penekanan HaikuKu lebih pada perekamam momentum (suasana , situasi, peristiwa), sensasi pikiran, memiliki kata-kata kias, imaji dan metafora, kekuatan diksi, tidak harus membentuk kalimat diantara barisnya dan memiliki rasa bahasa keindonesiaan. HaikuKu membebaskan pada setiap anggota untuk sekreatif mungkin dalam penampilannya dengan menggunakan gambar background (latar) sebagai daya tarik. Tunjukkan “Ini haikuKu mana haikuMu”

Grafis

Grafis
Haiku Grafis Oceana Lpughie

Monday, 15 December 2014

ERSA SASMITA


HAIKU DAN KESEDERHANAAN
Sebagai bagian dari karya sastra, menurut saya, Haiku pun tak bisa dilepaskan dari unsur metafora dan majas lain di dalamnya; karena karakteristik sebuah karya sastra bersifat ambigu. Kata-kata dalam karya sastra jelas berbeda dengan penulisan berita yang umumnya bersifat langsung, apa adanya; karena mengedepankan fakta. Dalam karya sastra, termasuk Haiku tentunya, kita diharuskan belajar menangkap makna pesan yang ingin disampaikan penyairnya. Akan tetapi, sebaiknya tetap diingat kekuatan Haiku adalah kesederhanaannya. Inti bekarya sastra memang kebebasan, namun jangan diartikan anda bisa menulis metafora yang sulit, susah dimengerti dan merasa sebagai karya hebat. Bila itu yang anda lakukan, sebenarnya anda tengah masuk dalam istilah apa yang disebut Kang Diro sebagai diksi sesat; yaitu diksi yang tak bisa diterima logika. Belajarlah bagaimana Matsuo Basho dengan sangat sederhana menghadirkan metafora dalam "kolam tua". Kolam dibandingkan dengan sesuatu benda yang kuno karena termakan usia. Ini sebuah metafora karena dalam bayangan kita tergambar bentuk kolam yang mungkin berlumut, dan tembok-tembok terkelupas. Hal lain yang juga harus diperhatikan, sebuah haiku sebenarnya menghadirkan dua peristiwa/kejadian, yang terpisah. Bila anda perhatikan, dua baris awal haiku saling berkaitan; sedangkan baris ketiga merupakan situasi terpisah, cenderung merupakan kesimpulan, seakan menarik ke luar pembacanya dari peristiwa sebelumnya. Sebagai contoh, saya kutip haiku terjemahan Kang Diro: meniup batu/ sepanjang gunung asama/ angin musim gugur// Dua baris awal masih saling berkaitan, tapi baris ketiga terpisah dan berdiri sendiri; menjadi kesimpulan dari dua baris sebelumnya. Hal berikutnya, bagi yang suka menulis haiku dengan Kigo( kata-kata yang berkaitan dengan 4 musim), sebaiknya mengerti Kigo bisa terbagi 2, yaitu kigo besar dan kigo kecil. Kigo besar berkaitan dengan musim. Di Indonesia, kita mengenal kigo hanya 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kigo kecil berkaitan dengan waktu sehari-hari. Misalnya, bila kita menyebut bulan; itu berkaitan dengan kigo malam hari. Begitu pula, bila menyebut embun, itu berkaitan dengan kigo pagi hari sebelum terbit matahari. Matahari adalah gambaran kigo siang hari sampai sore, sebelum terbenam. Binatang pun bisa termasuk kigo. Bila menyebut kalelawar atau lelawa, itu termasuk kigo malam; karena kalelawar merupakan binatang nokturnal yang keluar sarang dan mencari makan pada malam hari.
...........
MENULIS SENRYU
Serupa Haiku, Senryu pun merupakan puisi pendek asal Jepang dengan pola tipografi yang sama pula; yaitu 5,7,5. Yang membedakannya, Senryu tidak harus bicara tentang musim; melainkan lebih banyak berisi tentang kejadian sehari-hari yang berkaitan dengan manusia, misalnya satir tentang masyarakat, status sosial dan pekerjaan. Bisa dikatakan, Senryu ditulis sebagai potret kehidupan manusia secara karikatural. Banyak penulis Senryu yang keliru menafsirkan teknik menulis Senryu; dengan anggapan Senryu dibuat semata menghadirkan unsur humornya. Padahal, ada sisi serius dari Senryu, yaitu mengekspresikan penderitaan dan kemalangan hidup manusia dengan cara karikatural.
Contoh Senryu yang paling terkenal adalah karya Karai Hachiemon(1718 - 1790), yang dikenal sebagai Karai Senryu:
(Pekerjaan)
Kerjanya kini
menghitung bulu hidung
dari tuannya
(Hidup Manusia)
Hidup sendiri
kalau terdengar kentut
tak ada lucunya
(Rumah Tangga)
Sosok suami
yang takut dengan istri
menghasilkan uang
(Kehidupan Sosial)
Sosok pencuri
saat kubantu tangkap
anakku sendiri
(Terjemahan disesuaikan dengan pola 5,7,5)
Dari sini tergambarkan perbedaannya: bila Haiku lebih memerlukan pengendapan dan perenungan, Senryu hadir lebih luwes dan lebih menekankan sisi kehidupan manusia sehari-hari, dengan gaya karikatural.
Disarikan dari:
1. Jendela Haiku Heru Emka: Apakah Senryu?
2. Puisi Jepang


/1/
Tangis teratai
Katak melompat pergi
Ke lain kolam

/2/
Gumpalan hitam
Menutup sungai langit
Kan datang badai

/3/
Di musim semi
Sakura merekah indah
Senyuman dara


Jangan mengganggu!
bentak bunga ke kumbang:
pacarku kupu-kupu


Hidup manusia
seruwet menguraikan
benang yang kusut 


Tenanglah ombak
laut ingin bercumbu
dengan perahu 


Sepasang angsa
bercumbu dalam danau
lukisan cina 


 

/1/
Segelas kopi
bertabur gula senyum
suguhan istri
/2/
Alangkah sejuk
berbaring di rumputan
berkipas angin

 .

Lelah bersiul
angin memilih bercanda
dengan tengkukmu



Butiran embun
menghias tubuh pagi
sebelum pecah
.
Top of Form
Di pasir putih
jejak camar menghilang
tembang melirih


Hewan nokturnal
gerilya malam hari
kena insomnia

Sehabis hujan
katak bernyanyi riang
teratai layu

Wajah si sombong
baru terlihat ramah
dengar pujian

.
Sejauh pergi
bukan bekal kubawa
tapi senyummu

.
#‎Senryu‬
Cantik rupawan
kugoda dengan siul
tahunya besan
 .
 Kumpulan kijang
secantik dayang ratu
dalam istana
.
#‎Senryu‬
Di saat hujan
istri pun ikut bahagia
dapat tempias
.
Seperti embun
kecantikan wanita
indah sesaat
.
Jangan dipetik!
indah mawar terlihat
saat merekah
.
Misal tersesat
ikutlah cahaya bintang
pendar mataku
.
Menghitung kerut
sudah cukupkah bekal
pulang pada-Mu
.
Ada yang tertinggal
gerimis pagi hari
basahi bantal
.
#‎Senryu‬
Barongsai naga
dituntut ke polisi
membakar rumah
.
Seulas senyum
memeta dalam jiwa
bunga tidurku
.
Manusia sombong
kata tinggi melambung
dalamnya kosong
.
#‎Senryu‬
Sungguh gembira
gadis cantik memanggil
ternyata taksi
.
#‎Senryu‬
Kepala botak
ingin digosok pedagang
mirip batu akik
.
Tak ada kicauan
hutan hatiku sunyi
sejak kau pergi
.
Kedua matamu
bersinar dalam gelap
di ruang mimpi
.
Di bingkai hati
tak kulepas fotomu
menjadi sepia
.
#‎Senryu‬
Kepala gundul
Ekosistem rambut rusak
Disangka topas
.
Jalanan purba
kelak aku melewatinya
menuju sunyi
.
Bukannya ucapan
memberi penuh cinta
dengan jiwaku
.
Butiran embun
hadirkan keindahan
sebelum fana
.
Detak jantungku
berlari lebih cepat
lihat senyummu
.
Di luas langit
segala tak terduga
hati pun sama
.
Cahaya lilin
pada akhirnya akan mati
serupa hidup
.
Istri halangan
depan cermin kulihat
jerawatku tumbuh
.
#‎Senryu‬
Habis bertengkar
Kubelikan istri emas
senyumnya balik
.
#‎Senryu‬
Diputus pacar
Dara tidak ubahnya ayam
menelan karet
.

Sepasang burung
Lintasan kawat listrik
Desing peluru
.
Jalan berkabut
kuda-kuda berlari
fatamorgana
.
Dingin merayap
ranjang berubah hangat
Kuda berpacu
.

#‎Senryu‬
Kunti mengadu
di pagelaran wayang
dirogoh dalang

Malam berlabuh
mimpi mulai berlayar
kau di dalamnya

#‎Senryu‬
Semenjak kecil
sampai tumbuh dewasa
terus menyusu

Saat becermin
istri pun baru tahu
suami vampir

#‎Senryu‬
Sore bertengkar
malam kembali mesra
pagi kerokan

Siswi bergincu
aku ingat para badut
mereka sama



 #‎Senryu‬
Gunung dan lembah
mendaki naik turun
membawa tongkat

#‎Senryu‬
Sungguh kau cantik
tapi bagus ke dokter
operasi plastik

#‎Senryu‬
Stop kau bernyanyi
suaramu amat indah
telingaku tuli

Gugusan bintang
beberapa kucuri
tabur di mimpi

kamar pengantin
percakapan merendah
desah yang gaduh

Wajah Jakarta
keruh Kali Ciliwung
hampir serupa

#‎Senryu‬
Merindu surga
kucing jantan menggigit
tengkuk betina

Di keindahan
tersembunyi bahaya
tangkaian mawar

Di musim salju
bahkan beruang kutub
butuh selimut

Dalam tidurnya
lihat anakku tersenyum
bersua kembaran

Sketsa lukisan
dua burung berpasangan
tidak diriku

Langit kupandang
pucat hitam berkabut
warna hatiku

#‎Senryu‬
Istri curiga
suami ngigau sebut
wanita lain

Akulah musafir
tak pernah beralamat
rumahku di alam

Pergi berperang
kuda bawa tubuhku
hatiku tinggal

#‎Senryu‬
Saat becermin
aku merasa arjuna
cerminnya pecah

#‎Senryu‬
Istriku gendut
disebut karung beras
tak apa, kucinta

‪#‎Senryu‬
Musim berburu
teman-teman ke hutan
aku, Biro Jodoh

#‎Senryu‬
Diputus pacar
Dara tidak ubahnya ayam
menelan karet

#‎Senryu‬
Istri halangan
depan cermin kulihat
jerawatku tumbuh

Cahaya lilin
pada akhirnya akan mati
serupa hidup

Di luas langit
segala tak terduga
hati pun sama

Detak jantungku
berlari lebih cepat
lihat senyummu

Hujan cemburu
Saat mentari senja
Cumbu pelangi

Butiran embun
hadirkan keindahan
sebelum fana

Bukannya ucapan
memberi penuh cinta
dengan jiwaku

Jalanan purba
kelak aku melewatinya
menuju sunyi

‪#‎Senryu‬
Kepala gundul
Ekosistem rambut rusak
Disangka topas

Di bingkai hati
tak kulepas fotomu
menjadi sepia

Kecupan kening
tak kaubutuh rayuan
seusia kita

#‎Senryu‬
Tertangkap zinah
dua pelaku diarak
ampun istriku

Kedua matamu
bersinar dalam gelap
di ruang mimpi

Tak ada kicauan
hutan hatiku sunyi
sejak kau pergi

#‎Senryu‬
Kepala botak
ingin digosok pedagang
mirip batu akik

#‎Senryu‬
Sungguh gembira
gadis cantik memanggil
ternyata taksi

Diamlah katak
biarkan malam hening
jangkrik bercumbu

Manusia sombong
kata tinggi melambung
dalamnya kosong

Sepasang burung
Lintasan kawat listrik
Desing peluru

Jalan berkabut
kuda-kuda berlari
fatamorgana

Dingin merayap
ranjang berubah hangat
Kuda berpacu

Dingin merayap
ranjang berubah hangat
Kuda berpacu

Tanpa pelita
Dalam kamar terlihat
Pendar matamu

Mereka tertawa
batinku bagai hutan
tak berpenghuni

Katak yang sombong
merasa paling gagah
dicirit burung

Aku dan bulan
Bercakap dalam diam
Ceracau duda

#‎Senryu‬
Kupakai sarung
Bersiap Sunah Rasul
Istri halangan

Sunyi di luar
Dalam dadaku gaduh
Orkestra rindu

#‎Senryu‬
Kumbang terkecoh
Mawar indah dalam vas
Buatan pabrik

#‎Senryu‬
Istri tertidur
Aku masih terbayang
Sepasang gunung

Janganlah sombong
Hidup serupa sungai
Berujung takdir

Kupinang kamu
Bermahar cinta setia
Dengan bismillah

#‎Senryu‬
Mengagumi Messi
Berlatih giring bola
Ke gawang istri

Taklim mengalun
Mengisi rongga jiwa
Malam menangis

Kerutmu nampak
Rambut tak legam lagi
Mamaku sayang

Jemari ibu
Membelai kepalaku
Cinta tak putus

#‎Senryu‬
Kucing berisik
Kukunci pintu kamar
Giliran kami

Aku makrifat
Berguru kepada-Mu
Dzat yang Maha


 #‎Senryu‬
Istriku hamil
Kami jalan bersama
Balapan perut


Wajah manismu
Dalam sungai mimpiku
Timbul tenggelam

#‎Senryu‬
Abah dan ambu
Riang menggendong cucu
Aku? Mamanya

‪#‎Senryu‬
Petugas ronda
Memukul-mukul kentong
Istri membelai

#‎Senryu‬
Anakku tanya
Lahirnya dari mana
Surga di dunia

Siapa kamu
Mata susah terpejam
Ingat senyummu

Bulan mengintip
Sepasang angsa mesra
Di danau haiku

Kucing tertidur
Tikus bebas bermain
Satpam tak dinas

#‎Senryu‬
Aku bernyanyi
burung serempak terbang
bayi menangis

#‎Senryu‬
Pergi berburu
teman bawa senapan
aku pistol air

Dengkurmu halus
Ranjang basah keringat
Pesumo gulat

Meledak tangis
Allah meniup nyawa
Anakku lahir

Senja bertandang
Kawanan burung terbang
Pesawat tempur

Setangkai mawar
Sekecup cium kening
Sambut pagimu

Secangkir kopi
Seulas senyum istri
Pagi merekah

Sepi merayap
Dinding kamar menggigil
Dibekap rindu

Cahaya bintang
Aku ingin memetik
Hias matamu

#‎Senryu‬
Kaki belalang
Ingat peragawati
Sama jenjangnya

Deras mengalir
Rindu. Mencium kabah
Rumah suci-Mu

Dalam jiwaku
Gelap, Engkau menyala
Cahya abadi

‪#‎Senryu‬
abah nan genit
ambu mengasah pisau
terong dicacah

Jongkok sarungan
abah mandikan ayam
manuk lonjoran

‪#‎Senryu‬
Pinggul bergoyang
hasrat ingin menggoda
istri sendiri

Desember pamit
berbaju koyak-koyak
tahun bencana

#‎Senryu‬
Di malam jumat
mertua mengetuk pintu
mengajak ronda

#‎Senryu‬
Malam pengantin
tubuhmu aroma bunga
alergiku kambuh

#‎Senryu‬
Abah memanjat
Ambu senyum melihat
Kelapa pentil

Bentang sajadah
Sujud fardhu padaMu
Tegak Alif-Mu

#‎Senryu‬
Menimang cucu
Sarung abah merosot
Perkutut manggung

Terompet nyaring
Langit berhias kembang
Sampah berserak

Kepompong sobek
Kupu muda menghiasi
Kalender luka

#‎KoKu‬ 1
Langit semarak
borjuis pesta mewah
rakyat nelangsa

Kucing bergelut
Tulang ikan terlupa
Disrobot tikus

Di medan perang
peluru berdesingan
ingat kekasih

Alun seruling
Gadis di lembah sunyi
Meronce rindu



Malam Halloween
Rombongan setan lapor
Pakaian hilang


Nenek merengek
Cucunya naik andong
Ingin ikutan


‪#‎Senryu
Kakek tertawa
Giginya tak bersisa
Si bayi tua

Pinggiran desa
Rombongan itik pulang
Tentara baris

Kicauan murai
Cahya mengusir kabut 
Pagi merekah
 
Kecil dimanja
Ditimang penuh sayang
Besar membantah



Malam gerimis
Kita sepasang kucing
Saling berpagut























No comments:

Post a Comment

Grafis Yanto

Grafis Yanto
Haiku Grafis Sudiyanto Admipro

Kumpulan Haiku Aghan S Parmin

Aghan S Parmin
malam datanglah
hati sunyi meraja
pintu bukalah

sampit, 12 2014

bintang berkedip
malam bak rahim bunda
mengadam-hawa

sampit, 12 2014

subuh mengembun
pagi tabur cahaya
burung terbanglah

sampit, 12 2014

malam meluruh
gelap menyimpan intan
bumi terengkuh

Sampit, 12 2014

gelembung busa
angin riuh berlalu
tangan kosonglah

sampit, 12 2014

layang melayang
dalam kendali tangan
aku layang kau

sampit, 12 2014

disinar bulan
daun sepuhan perak
hanyutku haiku

sampit, 12 2014

bulan cemerlang
bumi indah cahaya
aku dalam Hai

sampit, 12 2014

sehabis hujan
pohon-pohon menghening
batu tak gigil

sampit, 12 2014

Ed Jenura

Ed Jenura
Haiku Grafis Ed Jenura

Yuharno Uyuh


HAIKU 1

Menerjang peluh
Meregang tangis zaman
Kelu menahun


HAIKU 2

Tangis sang renta
Langit pekat bergetar
Anak pendosa

HAIKU 3

langit memerah

di pusara istana

gagak menjerit


HAIKU 4

merenda mimpi
raih setumpuk toga
mati berdasi


HAIKU 5

tangis sang ibu
di keheningan malam
langit bergetar


HAIKU 6

di sudut panggung
kecapiku membisu
gitar berjingkrak



Catatan Lutfi Mardiansyah

HAIKU DAN KETIADAAN PUSAT

Terlepas dari aturan atau pakem-pakem haiku, baik itu haiku klasik maupun haiku modern, dalam tulisan singkat ini saya ingin membicarakan satu hal mengenai haiku, yaitu “ketiadaan pusat”. Yang saya maksudkan adalah, dalam konteks ini, kata “pusat” bersinonim dengan “gagasan utama”. Dengan demikian saya ingin membahas ketiadaan gagasan yang, di dalam haiku, terkesan tidak terlalu penting, bahkan seringkali—secara ekstrim—ditolak. Logikanya, ketika gagasan pada sesuatu ditolak, maka ia menjadi sesuatu yang “tanpa gagasan”.

Sebagaimana jenis-jenis puisi seperti diwan, kasidah, ghazal, seringkali digunakan sebagai wadah ekspresi dari ajaran-ajaran sufisme, haiku seringkali dikaitkan dengan ajaran zen. Banyak penyair yang juga penganut ajaran zen menulis koan-koan mereka dalam bentuk haiku—walupun tidak semua. Karena zen dikenal sebagai filsafat kekosongan atau ketiadaan, atau ekstrimnya anti-filsafat, dalam hal ini haiku menjadi semacam perpanjangan dari ajaran tersebut.

Lalu apa yang ditawarkan haiku jika ia tidak menawarkan sebuah gagasan? Jika kita melihat bahwa dari segi isi puisi terbagi ke dalam dua jenis, yakni puisi-gagasan dan puisi-suasana, bisa jadi “suasana”-lah yang dalam hal ini hendak ditawarkan oleh haiku. Haiku menyediakan wadah bagi sesuatu yang “bukan dipikirkan” melainkan “dinikmati”. Haiku menyediakan wadah bagi fragmen-fragmen yang cenderung bersifat impresif daripada kontemplatif. Potongan suasana yang tiba-tiba, yang terlepas dari sebuah mula dan tidak terselesaikan.

Analogi sederhananya sebagai berikut: “seseorang membuka pintu”. Seperti itulah haiku. Haiku tak mengurusi dari mana orang itu sebelum dia membuka pintu dan akan ke mana dia setelah membuka pintu. Haiku hanya menangkap impresi-impresi semisal bunyi derit pintu ketika dibuka.

Dalam fokus pembahasan tersebut saya ingin mengetengahkan haiku karangan Isbedy Stiawan Z S untuk melihat bagaimana ketiadaan gagasan di dalam haiku. Berikut ini haiku-haiku tersebut:

dan hujan tandang
menyeret lampu padam
malam pun hitam

Pada haiku tersebut, Isbedy melukiskan sebuah potongan suasana yang tersusun dari “hujan”, “lampu”, dan “malam”. Di haiku ini Isbedy hanya menggambarkan bagaimana hujan datang (dan hujan tandang), kemudian hujan tersebut “seolah” membuat lampu-lampu padam (menyeret lampu padam) dan ketiadaan penerangan ini mengakibatkan malam menjadi gelap (malam pun hitam). Sudah. Tapi, apakah selesai sampai di situ? Apakah haiku ini hanya menawarkan potongan kejadian, sebuah puzzle berupa “hujan” yang ber-“tandang”, dan—mungkin—saking lebatnya hujan tersebut hingga ia seperti tirai tebal yang menghalangi pandangan kita dari nyala lampu, seolah-olah “lampu” itu “padam” dan hujan itulah yang membuatnya padam, serta pada gilirannya hal tersebut membuat “malam” menjadi gelap, seluruhnya berwarna “hitam”?

Apakah selesai sampai di sana dan hanya seperti itu saja?

Sebab jika kita melakukan pembacaan hermeneutik terhadap teks haiku tersebut maka hasilnya akan lain. Dengan berpegang pada kemiripan konsep, kita bisa membaca “hujan” sebagai suatu “kesedihan”, lalu “lampu (yang) padam” itu sebagai “hilangnya kegembiraan”, kemudian “malam” yang disandingkan dengan “hitam” itu sebagai “kehidupan” yang disandingkan dengan “derita”. Dengan demikian, jika teks haiku tersebut kita baca secara hermeneutik, bisa jadi salah satu tafsiran yang muncul adalah, bahwa haiku tersebut menggambarkan tentang kesedihan yang datang selalu membuat kegembiraan terhapus dan kita merasa hidup kita penuh derita. Justru di sini muncul sebuah gagasan, setidak-tidaknya gagasan mengenai kesedihan sebagai sesuatu yang melenyapkan kegembiraan, bahwa dua hal tersebut—kesedihan dan kegembiraan—ada dalam kerangka oposisi biner di mana, walaupun saling melengkapi, keberadaan yang satu selalu melenyapkan yang lainnya.

Sebagai penutup tulisan singkat dan sederhana ini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang timbul atas masalah tersebut di atas untuk selanjutnya—mungkin—bisa dijadikan bahan diskusi atau kajian yang lebih menyeluruh: Apakah ketiadaan pusat di dalam haiku itu suatu realitas yang segera terhapus begitu ia berhadapan dengan teori dan metode pengkajian sastra? Ataukah ini adalah sesuatu yang melampaui hal-hal ilmiah dan akademis tersebut? Sesuatu yang sifatnya esoterik?***

Denny Cholid Rachmat Awan

Semoga bermafaat bagi saya pribadi dan saudara2ku, sabahat2ku, sebagai pengetahuan yang perlu juga dikoreksi oleh saudara2ku di grup Haiku oleh :
Kang Kang Soni Farid Maulana, Kang Diro Aritonang, Kang Yesmil Anwar, Kang Yusef Muldiyana, Kang Igun Prabu, Kang Hikmat Gumelar, Bang Arsyad Indradi, Kang Beni Setia, dan kawan-kawan yang tidak saya sebut semua disini, bilamana ada kekurangan2 mohon dimaafkan tulisan saya ini hanya sebagai refresh saja, dan saya bersyukur semoga dengan kehadiran Kang Lutfi Mardiansyah disini sangat penting buat kita di Haiku bukan sekedar busa dan gincu. Sedikit pengetahuan bagi saya tentang "HAKIKAT KRITIK" semoga kawan-kawan bisa menambahkan dan koreksi : Kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Krinein” yang artinya memisahkan, merinci. Dari bidikan yang dihadapi dengan kenyataannya orang membuat suatu pemisahan, perincian antara nilai dan yang bukan nilai, yang baik dan yang jelek, namun bukan hanya arti susila saja, perlu landasan-landasan untuk menyoroti dalam arti yang sangat luas terhadap menentukan suatu ukuran nilai, yaitu nilai dalam penafsiran, nilai dengan ilmu, kaidah-kaidah atau norma yang menjadi pedoman secara sistematis. Persoalan kritik mempunyai kedudukan yang sangat penting pada kehidupan sosial manusia, karena kritik adalah sebagaimana orang memberikan penilaian atas nilai. Dalam tata kehidupan demokrasi masyarakat, kritik sangat dibutuhkan untuk menilai tentang kebijaksanaan para pemimpin dan para penguasa secara kritis. Seperti terjadi dalam suatu pemilihan umum, yaitu sebagai contoh pemilihan kepemimpinan melalui partai-partainya. Kritik menyoroti wilayah-wilayah tertentu dari suatu praktek kemanusiaan dalam sosialisasinya. Tanpa kritik belum tentu suatu cita-cita sesuai hasil dengan pencapaian harapannya.
Kritik dilontarkan dengan positif ataupun negatif bagai cambuk seakan-akan menjadi penghambat atau ancaman yang dianggap pengrusakan citra pada para pembuatnya, pada sistem struktural sebuah organisasi atau perseorangan dari sebuah nilai kesucian dan kemurnian hasil karya. Bisa juga kritik menjadi doping atau stimulus untuk mencapai harapan masa depan lebih baik dari yang sudah-sudah. Seorang kritikus sudah tentu harus mengerti hakekat kritik, sifat-sifat kritik dan persyaratan bagaimana melakukan kritik. Kendati demikian bukan tugas yang mudah ketika kritik itu harus diutarakan dan bahwa kritik yang benar adalah suatu nilai dasar untuk kemajuan eksistensi perbuatan kemanusiaan. Menjadi seorang kritikus berkualitas mempunyai disiplin ilmu untuk mempelajari dan memahami bagaimana menyoroti dan melontarkan kritik-kritiknya supaya tepat sasaran terhadap yang dinilainya atas perbuatan-perbuatan yang bisa ditangkap dan tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, seperti yang dilakukan seorang filsuf, agamawan dan masyarakat religius secara spirituil berfikir tentang ketuhanan. Bagaimana kita mengkritisi terhadap seorang hakim menvonis perbuatan seorang terdakwa, pemimpin negara mengatur rakyatnya, seorang seniman bagaimana ia menghasikan karya seni yang diciptakannya. Demikian macam-macam kritik diarahkan bukan serta merta seorang kritikus menjadi dewa terkesan lontaran caci-maki, opini, bisikan-bisikan, gunjingan sebagai kutukan yang gerah, akan tetapi menjadikan spirit dan titik terang mendorong lebih maju untuk melahirkan formula-formula baru dan inovasi pada kemajuan bangsa dan negara, serta satu contoh pada karya seni lebih bermutu sekaligus eksistensi para senimannya. Salam Haiku.

TULISAN HIKMAT GUMELAR

DI KUBUR ATAU DI RANJANG?
Ilmu pengetahuan bekerja dengan klasifikasi. Kerja ini
memungkinkan abstraksi. Abstraksi memungkinkan teori dan metodologi. Teori dan metodologi memberi jaminan pasti. Tapi klasifikasi kerap hanya mengambil salah satu identita
s realitas dan menjadikannya arca yang diklai sebagai satu-satunya identitas. Identitas-identitas realitas yang lain kerap sengaja ditindas demi kemudahan dan kerapihan melakukan klasifikasi dan abstraksi, menyusun teori dan metodologi.
Maka, ilmu pengetahuan potensial menyesatkan, potensial menghancurkan. Sajarah bahkan sudah banyak membuktikan kebiadabannya. Misalnya, antropologi pernah lama menganggap bahwa bangsa-bangsa di luar Eropa adalah bangsa primitf, tidak beradab, karenanya mesti diadabkan. Ilmu sejarah sendiri
selama berabad-abad menganggap bahwa sejarah adalah rekonstruksi masa silam berdasarkan arsip. Di luar arsip, bukan sumber sejarah. Dan sejarah yang disusun berdasarkan sumber-sumber lisan dianggap bukan sejarah, dianggap sebagai
tahyul. Anggapan ini memungkinkan lahirnya kolonialisme dan neokolonilisme yang hingga hari ini masih terus beroperasi.
Potensi buruk ilmu pengetahuan akan semakin besar jika
melihat kondisi hari ini. Ini hari arus perubahan sebegitu deras. Informasi melebihi gelombang tsunami. Gelombang tsunami menerjang dalam rentang waktu tertentu yang tak berlebih mungkin jika disebut cukup lama. Dan datangnya dari satu arah. Sementara gelombang informasi ini hari meluap dan menyergap di setiap
tarikan napas dan dari berbagai arah. Ini kondisi yang memungkinkan semakin banyak orang seperti ditulis Chairil Anwar dalam “Catatan Th. 1946:
Kita anjing diburu—hanya melihat dari sebagian sandiwara sekarang/Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Karena itu, yang disebut data-data sekalipun, yang disebut
fakta-fakta sekalipun, selalu hanya sejumput. Hal ini karena pengumpulannya dilakukan seperti oleh “anjing diburu”. Begitu pula perenungannya, yang karuan bukan di tepian tasik yang tenang, melainkan di tengah arus deras perubahan dan luapan dan sergapan gelombang informasi dari berbagai arah yang tak sudah-sudah. Belum lagi jika mengingat bahwa yang dinamakan “data” dan “fakta” adalah buah kesepakatan segolongan orang. Segolongan orang ini tentu saja bukan malaikat. Mereka tida nirkepentingan. Dan mereka pun selalu berada dalam ruang dan waktu tertentu yang karuan pula memengaruhi caranya memandang. Dengan demikian, jikapun ditemukan kebenaran, makna, dan arti, itu senantiasa parsial, senantiasa sementara. Konsekuensinya memang bukan sama sekali menafikan ilmu pengetahun, bukan anti-ilmu pengetahuan. Tapi jauhkanlah sikap menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai berhala. Bukalah selalu mata bahkan ketika tidur. Teliti dengan cermat, jernih, dan rendah hati setiap pijakan, langkah, dan temuan. Dunia ini sedemikian luas dan otak siapa pun hanya sekepalan bayi. Perkara bertambah lagi jika yang ditulis Chairil itu benar bahwa “kita hanya melihat dari sebagian sandiwara sekang. Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang”. Ini karena kita di abad ke-21 ini seperti “Anjing diburu”.
Saya merasa perlu menulis begitu setelah membaca teks yang
diniatkan oleh Lutfi Mardiansyah sebagai kritik sastra. Sebetulnya saya enggan masuk dalam perdebatan yang dimulai oleh ayunan palu hakim dan lalu disusul oleh banyak semburan derau. Saya telah mencoba sebentar meredakan meski semata karena saya merasa Lutfi menyapa saya. Percobaan itu saya lakukan dengan
menyelipkan kutipan utuh “Gunung-Gunung”, puisi Emily Dickinson, dalam dalam komentar saya untuk Teh Meycha. Puisi bagus yang diterjemahkan dengan bagus oleh Gunawan Mohamad itu, hemat saya, relevan untuk hadir di tengah ayunan palu dan semburan-semburan derau. Tapi “Gunung-Gunung” itu rupanya tak didaki.
Padahal, seingat saya, saya pun sudah menulis sedikit kisah mengenai kenapa sampai Emily baru dikenal sebagai penyair brilian di Amerika Serikat, bahkan kemudian dunia, setelah dia mangkat.
Sebenarnya komentar Kang Beni Setia sudah menunjukkan kekurangan mendasar dari teks Lutfi itu. Dengan cukup gamblang Kang Beni mengatakan bahwa teks Lutfi itu dibangun di atas pandangan yang menyamaratakan, gebyah uyah. Semua haiku diandaikan “tidak ada pusat”, yang berarti “tidak ada gagasan”.
Jika saja itu dibaca dengan mata terbuka, cukup sudah. Goyah itu yang mengklaim sebagi teks ilmiah. Namun, seperti “Gunung-Gunung”, itu pun seperti dilewat begitu saja. Maka, mencuatlah tanya, kenapa bisa demikian? Apa yang memungkinkannya?
Saya merasa bebal. Saya gagal menemukan jawab. Saya hanya
semata bisa menduga, jangan-jangan muasal perkaranya dari penjadian pemilahan yang populer di tahun 70-an, yakni soal puisi suasana dan puisi gagasan, sebagai pijakan. Dan pemakaian pemilahan ini sebagai pijakan dibeking oleh pandangan mengenai puisi yang terdiri dari isi dan wadah seperti air dan ember. Menurut Lutfi, isi puisi itu ada dua, yakni gagasan dan suasana. Berdasarkannya, disebutkannya lah bahwa semua haiku adalah berisi suasana. Lalu diperkuat dengan menyebut kebertautan haiku dengan Zen yang punya tradisi koan. Saya merasa tak perlu lompat jauh-jauh ke sejarah perkembangan haiku, terlebih dengan mengaitkannya dengan Zen dan koan. Cukup rasanya dengan kita menyoal perkara puisi yang seperti air dan ember serta isi puisi yang terdiri dari suasana dan gagasan. Apakah iya puisi bisa dijadikan
terpisah antara wadah dan isi? Dan, sebenarnya pertanyaan ini tak perlu diajukan karena andaian yang mendasarinya sudah ilusif, apakah iya isi puisi hanya suasana dan gagasan? Apa yang dimaksud gagasan? Apa yang dimaksud suasana? Apa dalam suasana mustahil ada gagasan? Apa dalam gagasan mustahil
mengahdirkan suasana? Apa pula tak ada lain di luar gagasan dan suasana?
Kecuali itu, Lutfhi pun mengklaim memakai hermenetik untuk
menjalankan penafsiran lapis kedua terhadap karya Mas Isbedy. Sementara dia mengatakan bahwa haiku adalah karya tanpa pusat. Jika mau konsisten, menggunakan hermenit untuk mebaca karya yang konon tanpa pusat itu slangkah baik untuk hati-hati. Pasalnya, sila ingat sejarah hermenetik, juga tokoh-tokohnya. Dari situ terang bahwa hermenetik itu mengandaikan adanya kebenaran utama. Itu yang harus diburu. Saya dengar, pendekatan ilmiah itu wajib menjelaskan istilah-isitilah kunci. Penjelasan itu wajib meniadakan acuan ganda, wajib meniadakan mabiguitas. Kewajiban ini rasanya belum dipenuhi Lutfi. Masih banyak yang sebetulnya perlu dipersoalkan. Namun itu saja rasa-rasanya sudah lebih
dari cukup, apalagi dua baris “Catatan Th. 1946” itu sudah sangat terang mengingatkan kita. Atau biar tak terlewat pula kita petik saja lagi, ya:
Kita anjing diburu—hanya melihat dari sebagian sandiwara sekarang/Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang

SDFK

KIRIMAN DARI SDFK

Mien Ardiwinata Kusdiman

SDFK # Bayang Bayang Sepanjang Badan #

malam kembali hening
seperti malam kemarin
dan kemarinnya lagi
hujanpun terus menderas
dari malam kemarin
dan kemarinnya lagi
menggigil aku kedinginan
walau sudah berselimut tebal
mestinya kamu ada disini..
tapi aku sangat tahu
kau sudah ada disana
dan aku harus tetap disini
semuanya harus seperti ini
kita berpisah sayang..

hingga larut tak jua aku terlelap
aku tidur dikamar kita
dengan sprei putih berenda
dan aroma bunga sedap malam yang kamu suka
dinding kamar cantik kita
bertaburan kenangan silam
ada kamu dan aku dalam pigura waktu
semua bercerita tentang kita
cerita silam sangat indah
ketika bersamamu..
aku sangat bahagia
walau ada air mata
tak semua tangis artinya sakit
tak semua air mata adalah duka
terimakasih buatmu kekasih
yang telah mengisi indahnya hari hariku
sekian lama.. dengan janji dan cinta tulus
dalam meniti dari waktu ke waktu
hingga pelukan terakhir kita

( revisi puisi celoteh hati - resminiardiwinata - januari 2013 )