Henda Surwenda Atmadja
awan berarak
burung hinggap tak terbang
langit menangis
ayah melangkah
bunda tetap dirumah
sejahteralah
digenggam ayah
dituntun bunda jua
hidup dewasa
melangkah jauh
berteman kepedihan
tinggalkan pahit
hidup tersudut
bisu dipinggir desa
menyerah kalah
pribumi minggir
tersingkir dan terusir
hidupnya nyinyir
kalah bertarung
ditanahnya leluhur
hina menggempur
terusir kalah
tanah leluhur pindah
pribumi musnah
kampus sekarang
dihuni putra putri
mami dan papi
belajar baca
dicafe cafe kota
berkawan wifi
suara lantang
tak ada lagi bunyi
beberkan jerit
study kini
tampilkan laptop baru
pameran gaya
kutengok kampus
mahasiswa tertidur
dosen berbisnis
papi dan mami
anak bangga di cafe
terbawa angin
papi dan mami
anak bangga di cafe
nilainya kabur
ditiap tempat
cafe dan kaum muda
sejarah mati
ditiap tempat
cafe dan kaum muda
saling bodohi
ditiap tempat
cafe dan kaum muda
saling memberi
ditiap tempat
cafe dan kaum muda
kadang semarak
ditiap tempat
cafe tak pernah kosong
membuang waktu
kutengok kampus
mahasiswa tertidur
dosen berbisnis
Semua Meja
para penyembah berhala
di isi kata
Di kotak itu
semua mata tertuju
lahirkan Hantu
Dongeng dusta
esok jadi berita
diruangan mereka
Merangkai kalimat
Bersilat dal muslihat
Semuanya Bangsat
Derap sepatu
satu satu jatuh
dan tetap berlalu
Pilih kartu
yang mewakili palsu
ya jadi Hantu
Bermain kata
suara tuk yakinkan mereka
tetap gak percaya
Banyak menanti
diberi segudang janji
kini cintanya mati
Kayuh di Laut
dengan wajah cemberut
kini ia bangkrut
Lemparkan Dadu
semua orang menyerbu
dan jadi Babu
Mesin menderu
lalu lalang berburu
semuanya berdebu
Terkulai lunglai
tidak pernah dibelai
jadinya jablay
Lama bersolo
di kota kota jago
jadinya jomblo
Semua meja
isi kata bicara
tapi tak kerja
Bandung geus heurin
unggal isuk raribut
Bandung semrawut
Buruh ngoceak
pamarentah hohoak
kabeh barontak
Loba ngarujak
can pernah daek masak
teu mayar pajak
Kasih yang jauh
jadi banyak selingkuh
rindu tak tumbuh
Lembur geus ancur
Baraya loba kabur
Kampung ku batur
Negara kita
kaya dan bijaksana
Rakyat gembira
Kibar Bendera
duka tambahkan rasa
belum Merdeka
Kering di rasa
lari kejar materi
Hidup jahanam
Datanglah kamu
hadir sebagai cinta
gembira tiba
Berlalu lalang
orang bergentayangan
jadi bayangan
Rindu yang pilu
kamu datang yang palsu
senyum yang semu
Melupakanmu
bahagiakan daku
jauhlah kamu
Mendapat kabar
rasa dada berdebar
hidupku gebyar
Kosong belaka
janji janjinya syurga
itu kampanye
Dua dua nya
pasangan yang setia
sekarang pisah
Aku tuliskan
kegelisahan kamu
dalam hatiku
Kamari Awi
loba di olo tamu
kiwari mobil
Kamari Awi
loba di olo deungeun
kiwari Gedong
Menjadi Mesin
Balik menjadi Hewan
Kita sekarang
Kepala luka
tapi tidak berdarah
sakit pikiran
Hati yang sunyi
diam bagai hatimu
memang tak padu
Menghindar lepas
walau dikejar keras
teta tak jelas
Mesin menderu
Lalu lalang berburu
Semuanya Debu
Menyusun langkah
menyambut esok lusa
harapan baru
Berderap langkah
Baris dan berteriak
Turun Pembohong
Pagi yang dingin
sedinginmu padaku
putuslah sudah
Di hening hati
diri yang tersembunyi
ku harapkan mu
Harap harap mu
datang juga merayu
kasih mu layu
Bosan rasanya
bicara tanpa makna
sajak obatnya
Sosok tubuh mu
mengguncang jantung aku
menghias mimpi
Liar binal mu
bagai cermin kecewa
bengis dan rakus
Anginnya kencang
lari lari ke Puncak
didapat kabut
Tetap tak jelas
walau dikejar keras
Menghindar lepas
Kadang kau datang
bagai gelombang pasang
goncangkan hati
Lalu kau pergi
seperti angin laut
tinggalkan sepi
Datang dan pergi
sesuka hati kamu
dan binal mu
Sosok tubuh mu
mengguncangkan jantungku
menghias mimpi
Acungkan tinju
pada para pembohong
turun semua
Di antar waktu
seluruh perilaku
sampai pada Mu
Kerelaanku
ikhlasku kepada mu
dan kepada Mu
Desah napasku
di saat menatap mu
peluklah daku
Janji mu besar
bergaya tukang obral
dasar Pembual
Ranjang tidur mu
sepi slalu kasihmu
bagai hatiku
alunan lagu
tidak merdu ke kalbu
katanya palsu
tontonan itu
ditatap rasa hampa
hilangnya makna
semakin liar
melawan dan berontak
mencumbu angin
Lukanya panjang
berhari hari nangis
direngkuh getir
Pelangi senja
berbalut angin dingin
wajahnya redup
Getir dan merintih
saat menjejaki tapak
perjalanannya
banyak menyemai
tunas dan menyirami
supaya tumbuh
seluruh hari
semua siang juga
segenap malam
tercurah lepas
tertuju pada musim
panen kan tiba
dipetik hasil
dikumpul bakul harap
suara jerih
Saat dihitung
butir buah tenaga
sungguh kecewa
majikan itu
dengan para mandornya
yang bergembira
Ijon bersuka
tertawa dikursi dan
meja dusta
Hasil kerjanya
telah dirampas kasta
politik keji
Ketika sibuk
ku tak mau diganggu
oleh haikuku
ketika senggang
ku ingin hibur diri
dengan haikuku
bermain haiku
ketika kecewaku
saat kau bisu
Ingat ingat ya
semuanya yang besar
dulunya kecil
(dari Teddy Wibisana/Mak Erot)
Di malam ini
tiada bisa tidur
entah kenapa
tiap saatnya
ingat slalu ke dia
jatuh cintakah
yang jelas risau
seakan tak berhenti
datang mengganggu
Matanya sayu
diwajahnya yang ayu
tampilan Ratu
Hari hariku
terlalu kering bila
tanpa ceriamu
Kamu yang palsu
tiap hari yang semu
Ratu Hantu mu
Warna warni mu Pelangi warna biru
di abu abu
Dengan dongengmu
dia terbuai lalu
mabuk kasmaran
Bangsa Kuasa
Amerika dan China
yang hina kita
Bangsa yang rusak
tiada yang bergerak
Penjajah enak
Kamu teriak
kami pasti membentak
jangan berontak
Berlumur darah
matanya merah demi
BBM murah
Susah tuk tidur
pake bantal dan kasur
pacarku kabur
Kasih yang jauh
membuat hati lusuh
lalu selingkuh
Cita digenggam
dekat yang abu abu
kembali palsu
Hari hari mu
gemuruh ambisi mu
kembali hampa
Targetmu duit
menggapai tiap saat
didapat sepi
Asmara kita
terpenjara dan gagal
karena Miskin
Negara kita
banyak yang berbicara
tapi tak kerja
Belajar dusta
agar besok bicara
jadi berita
Kursi meja mu
dibawa bicara tuk
jadi berita
Pikiran kosong
melayang di tubuh mu
hampa mu jua
Hamburkan waktu
tenaga dan pikiran
terengkuh kosong
Janjikan Bunga
tiap hari menyemai
yang panen Ijon
Jangan kau Catur nanti kepala pusing
bicara ngawur
Sudahlah sudah
kamu pergi kesana
jangan kembali
Aku tak tahu
kamu kasmaran lagi
pergilah kamu
Sore hariku
menanti hujan reda
dan kamu datang
Bambu yang runcing
simpan jangan dipakai
tuk perang nanti
Rengek manjamu
bentuk rayu merajuk
dan itu racun
Hujan yang turun
membasahi rambutmu
tidak ke hati
Bambu yang hitam
untuk Angklung semua
dan juga aku
Bambu yang kuning
dari negeri seberang
selalu subur
Pohon Bambuku
tak pernah parah luka
karena aku
Dimusim hujan
suara pohon Bambu
melirih sendu
Serumpun Bambu
tertiup angin dingin
berisik sunyi
Bambu bambuku
hijau kuning dan hitam
perhatianku
Aku tak mau
Bambu bambuku pilu
karena kamu
Bidadari putih
bersama Angsa putih
hatinya putih
Mulut terlatih
siapa makan siapa
serba bisa
Mulut terlatih
bersilat lidah dalam
kata kalimat
merangkai dongeng
bercerita rencana
berhari hari
Mulut terlatih
siapkan santap siang
setiap hari
Mulut terlatih
siapkan caci maki
di siang hari
Tangis pagimu
membasahi selimut
di ranjang dingin
# Terus dan Lanjutkan #
Kau bukan gagal
hanya ceroboh ambil
lalu tertunda
hari esok jua ada
kau pasti menang
Berlatih terus
perbaiki diri mu
pukul lawan mu
Simpan tangis mu
jangan sesali diri
esok tawa mu
Kau Sang Petarung
layak kau tampil nanti
berseri seri
Kehormatan mu
diraih dengan senyum
dan pelukan ku
Pengabdianku
menjelma cinta kasih
nikahi kamu
Ha ha ha kamu
datang bagai Ratu ku
hidup mu palsu
Cemberut selalu
kubiarkan dirimu
selamat tinggal







No comments:
Post a Comment