TENTANG HAIKUKU

haikuKu merupakan grup bebas-terbuka. Haiku (俳句?) adalah puisi asli dari Jepang, yang merupakan revisi akhir abad ke-19 oleh Masaoka Shiki dari jenis puisi hokku (発句?) yang lebih tua. Namun puisi mikro ini sudah menjadi milik dunia, siapapun berhak menulis haiku atau hokku. Haiku tidak hanya Matsuo Basho (1644–1694), Onitsura (1661–1738), Yosa Buson (1716–1783), Kobayashi Issa (1763–1827), tapi juga James W. Hackett, Jorge Luis Borges, Cid Corman, Allen Ginsberg, Dag Hammarskjöld, Jack Kerouac hingga Octavio Paz. Mari lewat grup ini kita berapresiasi dan berkarya mendalami haiku. HaikuKu menganut model haiku yang berpola 17 sukukata dalam patron 5-7-5, yaitu:5 suku kata pada baris pertama,7 suku kata pada baris kedua, 5 suku kata pada bari ketiga. Untuk kata ulang tetap dihitung penuh, hati-hati = 4 sukukata, kemana-mana = 5 sukukata, penulisan angka dihitung kata ucapannya, 1 dibaca “satu” = 2 sukukata, 10 dibaca “sepuluh” = 3 sukukata. Untuk kata-kata interjeksi tidak diperkenankan, misal “ah”, “ih”, “hi..hi..”, “hu...hu...”, “ha..ha...ha..”, HaikuKu tidak mengenal rima, irama, namun jika memang diperlukan tidak masalah, haikuKu harus memiliki dasar tradisi budaya Indonesia maupun kedaerahn dalam spiritnya, tidak mewajibkan harus ada penanda musim (Kigo) seperti salju, angin, pagi, batu, air, awan, gunung, rumput, namun jika itu diperlukan tidak masalah, penekanan HaikuKu lebih pada perekamam momentum (suasana , situasi, peristiwa), sensasi pikiran, memiliki kata-kata kias, imaji dan metafora, kekuatan diksi, tidak harus membentuk kalimat diantara barisnya dan memiliki rasa bahasa keindonesiaan. HaikuKu membebaskan pada setiap anggota untuk sekreatif mungkin dalam penampilannya dengan menggunakan gambar background (latar) sebagai daya tarik. Tunjukkan “Ini haikuKu mana haikuMu”

Grafis

Grafis
Haiku Grafis Oceana Lpughie

Thursday 18 December 2014

Kumpulan Haiku Arsyad Indradi

Haikuku haiku (44)

Belibis terjun
ke kolam. Hilang kata
Di akhir tahun
------
Sebuah kolam
Akhir tahun membaca
kitab memori
------
Tuhan. Di pintu
awal tahun.  Kucari
atas namamu
------
Tak habis kata
syukur. Masih bernafas
ditutup tahun
------
Jalan membentang
Awal tahun tantangan
Hu. bismillah
------

 

 

 

 

 

 

 

 


New year. Di pintu
Kutantang kehidupan
Siapa takut
Desember aku
Lahir. Desember Sitor
Tinggalkan aku
 


dut dang dut dang dut
nina bobo di zaman
globalisasi

Tuhan di mana
Tak ada dalam diri
Kalbuku sunyi

Photografer : Insan Kamil

Pulang anakku
Hanya engkau khalifah
Di negri ini


my lowly life but
I don't hate God even thy
more my love for you.

Anggota dewanWaktu dilantik harusDisumpah pocong

#‎Koku1‬

New year. tafakur

makrifat, bismillah 


kaki melangkah

Desember aku
Lahir. Desember Sitor
Tinggalkan aku

Bekal ke ajal
Su merenda syahadat
Di kain kafan

Lepas dermaga
Layar pun dikembangkan
Sir ke muara

Hanyalah cuma
Matahari senja nun
Lengser di ufuk

Sepasang burung
Di balik rimbun daun
Luruh bulunya

Jukung mengalun
Surya pagi memancar
Dendang Barito

Di muka cermin
Wajahmu lukaluka
Di pisau dosa

Asap kemenyan
Kalimantanku punah
Lubang kuburan

Serupa tangis
Angin dalam gerimis
Panjatkan doa

Tumpas korupsi
Suara di mimbarmimbar
Dengar tong kosong

Tikus berdasi
Di meja pengadilan
Mencicit : duit

Keasalusul
Tanah tumpah darahku
Tanah Borneo

Di cermin retak
Wajah mengalir darah
Penjaja malam

Maju tak gentar
Lawan kemunafikan
Biarin nyanyar

Anjing menggonggong
Koruptor banyak jalan
Manipulasi

Seusai hujan
Kodok ngorek di kolam
Mengucap syukur


Di cermin retak
Wajah mengalir darah
Penjaja malam

Bercabang lima
Pohon leluhur kami
Jangan ditebang

Nyiur melambai
Nelayan suka cita
Pulang melaut

Bermulut besar
Merasa paling benar
Berkoarkoar

Urusan lancar
Asalkan banyak duit
Raja duit

Malam nan sepi
Bulan disaput awan
Hati pun kelam

Tak ada ombak
Pantai merindu buih
Teman bercinta

Kang Diro Aritonang, berapa puisi (haiku) yang diperkenankan memposting di grup kita ini dalam sehari. Salam haikuku.

Di atas kolam
Capung mencanda bulan
Rinduku nian

Asap rokok
Memanggil manggil bulan
Malam temaram

Kembangkan layar
Mengarung laut lepas
Pantang berpaling

Langkah berpacu
Satukan hati kita
Demi negeri

Selembar daun
Zikir jatuh melayang
Mencari bumi

Bantal syahadat
Berselimut salawat
Tidurmu Allah

Lapar bertakbir
Haus zikir minumku
Rahman ya Rahim

Arak arakan
Mengusung peti mati
Buat koruptor

Depan istana
Demo penggali kubur
Hukuman mati

Barisan Iblis
Menggilas demokratis
Aksi anarkis

Tumpas korupsi
Suara di mimbarmimbar
Dengar tong kosong

Hujat menghujat
Martabat amat bejat
Sosial sial

Ke hulu sungai
Sampan di arus deras
Mengayuh rindu

Setangkai bunga
Luruh dari tangkainya
Maha dukamu

Rindu bertuak
Bulan hangus terbakar
Malam terkapar

Anak bekantan
Miris dalam kerangkeng
Penjarah hina

Permata intan
Dikedalaman bumi
Mendulang nasib

Seorang bayi
Menetek pada maknya
Yang telah mati

Tidak semudah
Membalik tapak tangan
Haikuku haiku

Seorang ibu
Meneteki bayinya
Di sisi tuhan

Jauh berjalan
Mencari orang fakir
Hakikat hidup

Mengetuk subuh
Ayam jantan berkokok
Dirikan sholat

Partai agama
Asas di atas kertas
Astagfirullah

Rerumpun rumput
Menyambut senja hari
Melantun zikir

Haikuku haiku (1)

Bantal syahadat
Berselimut salawat
Tidurmu Allah

Lapar bertakbir
Haus zikir minumku
Rahman ya Rahim

Belah batumu
Ruas jari berdarah
Tasbih asmamu

Kukejar engkau
Dikedalaman diri
Sampai terajal

Selembar daun
Zikir jatuh melayang
Mencari bumi

 

Haikuku haiku (2)

Jika ku mati
Hanya semata raga
Jiwa kasihmu

Bekal ke ajal
Su merenda syahadat
Di kain kafan

Di tengah malam
Aku datang padamu
Bermuhadarah

Di malam hening
Mudra meniti tasbih
Nikmat bermuhib

Di pintu malam
Ada salam mukaram
Dalam tasbihku

Malam berzikir
Tengah orang terlelap
Mimpi dunia

 

Haikuku haiku (3)
------
Datang padamu
Tiada malam tanpa
Melunas rindu
------
Tidaklah cukup
Seribu tahun lagi
Menebus dosa
------
Kubakar tubuh
Api cinta menyala
Di altar Allah
------
Di tengah malam
Kuketuk pintu kalam
Allah hu Allah
------
Dalam sujudku
Di pintu Alif Lam Mim
Hanyalah Allah
------
Di tengah malam
Aku datang padamu
Menguntai zikir
------

 

Haikuku haiku (4)

Biar ku gila
Mengejar cahayamu
Musafir rindu
--------
Merenung bintang
Merenda langit malam
Seraut wajah
-------
Wajah pun muram
Nun siapa menyabit
Bulan bersabit
-------
Kembangkan layar
Mengarung laut lepas
Pantang berpaling
-----
Langkah berpacu
Satukan hati kita
Demi negeri
------

 

Haikuku haiku (5)

------
Maafkan korup
Korup itu musibah
Kata koruptor
------
Jatuh palu : Tak
Sedemikian hukum
Negeri ini
------
Arak arakan
Mengusung peti mati
Buat koruptor
------
Depan istana
Demo penggali kubur
Hukuman mati
------
Bukan ahlinya
Pemimpin pun berdalih
Tunggu hancurnya
------

 

 

Haikuku haiku (6)

Kerja pejabat
Mencari kesempatan
Tikus berdasi
------
Barisan Iblis
Menggilas demokratis
Aksi anarkis
------
Parlemen lebay
Membuat undangundang
Untung sendiri
------
Tumpas korupsi
Suara di mimbarmimbar
Dengar tong kosong
------
Hujat menghujat
Martabat amat bejat
Sosial sial
------
Gedung parlemen
Pertunjukan aksiwong
Cakarcakaran
------

 

Haikuku haiku (7)
------
Malam nan sepi
Bulan disaput awan
Hati pun kelam
------
Tak ada ombak
Pantai merindu buih
Teman bercinta
------
Di atas kolam
Capung mencanda bulan
Rinduku nian
------
Asap rokok
Memanggil manggil bulan
Malam temaram
------
Malam jahanam
hujan merampas bulan
Pun bintangbintang
------


Haikuku haiku (8)
------
Urusan lancar
Asalkan banyak duit
Raja duit
------
Mendapat beras
Berpurapura miskin
Negeri miskin
------
Kok rakyat miskin
Pemimpin hidup mewah
Amat fantastis
------
Banjir dipikir
Gitu aja kok repot
Emang kenapa
------
Hatimu luka
Kemerdekaan maya
Anak bangsa

 

  Haikuku haiku (9)
------
Di hutan Nganjuk
Ingat Kalimantanku
Hutannya punah
------
Tutur perahu
Jayanya Angling Dharma
Bojonegoro
------
Di Selorejo
Waduknya air susu
Secangkir pagi
------
Di Gunung Tidar
Kucari kau di puncak
Menyibak awan
------
Gong perdamaian
Istana Gebang purba
Kini membisu
------



Haikuku haiku (10)
------
Daun momiji
Melayangkan haikumu
Tepat di hati
------
Someiyoshino
Perahu di Shinsakai
Ingat Mizuki
------
Ingat hanami
Pertemuan pertama
Sakura putih
------
Thubouchi Shoyo
Bulan meneguk sake
Nari odori
------
Pecah bom waktu
Hirosima membubung
Di jagat raya
------
Mizuki lahir
Di kota Nagasaki
Kota dunia
------


Haikuku haiku (11)
------
Tikus berdasi
Di meja pengadilan
Mencicit : duit
------
Anjing menggonggong
Koruptor banyak jalan
Manipulasi
------
Bermulut besar
Merasa paling benar
Berkoarkoar
------
Kursi parlemen
Politik dagang sapi
Rakyat tersingkir
------
Maju tak gentar
Lawan kemunafikan
Biarin nyanyar


Haikuku haiku (12)
-------
Di atas ranjang
Seekor ular manja
Tubuhku kaku
-------
Seusai hujan
Kodok ngorek di kolam
Mengucap syukur
------
Mengetuk subuh
Ayam jantan berkokok
Dirikan sholat
------
Bercabang lima
Pohon lelehur kami
Jangan ditebang
------
Nyiur melambai
Nelayan suka cita
Pulang melaut
------


Haikuku haiku (13)
------
Keasalusul
Tanah tumpah darahku
Tanah Borneo
------
Anak bekantan
Miris dalam kerangkeng
Penjarah hina
------
Pasar terapung
Eksotik tanah Banjar
Hanya kenangan
------
Permata intan
Dikedalaman bumi
Mendulang nasib
------
Rumah Banjarku
Rumah ilmu petuah
Tinggal legenda
------
Yulan ya lalin
Jauhjauh di rantau
Ingat banua
-------

 

Haikuku haiku (14)
------
Ke hulu sungai
Sampan di arus deras
Mengayuh rindu
------
Setangkai bunga
Luruh dari tangkainya
Maha dukamu
-------
Sampan di danau
Rembulan di atasnya
Maha rindumu
------
Rindu bertuak
Bulan hangus terbakar
Malam terkapar
-------
Jalan bersimpang
Bergumul dengan bimbang
Langkah meradang

--------



-------- 

Haikuku (15)

Anak jalanan
Bertadarus al quran
Subhanallah
-----
Partai agama
Asas di atas kertas
Astagfirullah
-----
Rerumpun rumput
Menyambut senja hari
Melantun zikir
-----
Layanglayangku
Putus melayang jatuh
Ke lembah duka
-----
Di hari guru
Aku mencari guru
Di mana guru

 

 

Haikuku (16)

Sampan di danau
Rembulan di atasnya
Maha rindumu
-----
Di atas ranjang
Seekor ular manja
Tubuhku kaku
-----
Kaca jendela
Berserakan di lantai
Hatimu pecah
-----
Duh cermin pecah
Kupunguti hatimu
Hancur di batu
-----
Menatap langit
Mencari wajah bulan
Hanyalah awan

 

 

Haikuku (17)

Jalan bersimpang
Bergumul dengan bimbang
Langkah meradang
-----
Melintas jalan
Serine ambulance
Menjemput maut
-----
Gagak mengakak
Di atas atap rumah
Malam bermaut
-----
Mencari sungai
Kota seribu sungai
Cuma kuburan
-----
Dayak meratus
Membakar dupa putih
Meratus tandus

 

 

Haikuku (18)

Sepasang kucing
Dikegelapan malam
Mengeong tajam
-----
Ikan betina
Mengibaskan ekornya
Ke perut jantan
-----
Si bajing jantan
Menerkam betinanya
Di pohon randu
-----
Sebuah kolam
Sepasang angsa putih
Dirimbun patma
-----
Seorang gadis
Kehilangan mahkota
Kota Jakarta

 

 

Haikuku (19)

Hari pun senja
Bergegas ke jendela
Berkaca diri
------
Mentari lengser
Langit berganti rupa
Wajahku duka
------
Perahu laju
Mengarung laut lepas
Jiwa mengombak
------
Langit berawan
Matahari pun kelam
Hatiku muram
------
Di balik awan
Matahati tergantung
Menyayat jantung

 

 

Haikuku (21)

Sekar kinanti
Melantun dari dangau
Padi menguning
------
Sawah menguning
Ani ani menari
Di tangkai padi
------
Ladang petani
Pirang rerambut jagung
Di surya pagi
------
Di lereng gunung
Hamparan dedaun teh
Hijau di hati
------
Dari pematang
Nyanyian sayur mayur
Menuju pekan

Haiku (22)

Bening matamu
Mekar sekuntum bunga
Persis mimpiku
------
Tangisan kecil
Membasuh risau mimpi
Di embun pagi
------
Bunga mimpiku
Tak berkelopak lagi
Dalam tidurku
------
Ujung dedaun
Menetes embun pagi
Membasuh mimpi
------
Di pelataran
Secangkir kopi panas
Meronce pagi

Haikuku haiku (23)

Pantai tanah Lot
Ombak utsaha dharma
Di laut jiwa
------
Buih di pantai
Takisung Tanah Laut
Nyayian jiwa
------
Tepian Jambi
Seloka Batanghari
Mengayuh ketek
------
Rindu Palembang
Sungai Musi nan elok
Menambat hati
------
Jembatan Siak
Kota Sri Indrapura
Lampu melayu

Haikuku haiku (24)

Kubakar tubuh
Api cinta menyala
Di altar Allah
------
Di tengah malam
Kuketuk pintu kalam
Allah hu Allah
------
Dalam sujudku
Di pintu Alif Lam Mim
Hanyalah Allah
------
Di tengah malam
Aku datang padamu
Menguntai zikir
------
Biar ku gila
Mengejar cahayamu
Musafir rindu

Haikuku haiku (25)

Maka bertutur
Kyai Jalak Lawu
Misteri moksa
------
Kasada bromo
Semburan api kawah
Darah kesuma
------
Lingga Acala
Sepotong mahameru
Alam pesona
------
Larung Sesaji
Di perut gunung kelud
Lahir Kenduri
------
Mengungkap mistis
Di puncak Indrapura
Makhluk kerinci

Haikuku haiku (26)

------
Bersuluh damar
Mencari jantung hati
Bulan se iris
------
Di dalam bulan
Membiarkan terkurung
Duduk bermenung
------
Menatap bulan
Menarilah gadisku
Gaun pengantin
------
Kenduri rindu
Sampan gelegak tuak
Danau beriak
------
Rambut perakmu
Pada danau kemilau
Pelunas risau

Haikuku haiku (27)

------
Di kandang domba
Anak domba bermazmur
Kabar gembira
------
Kembali hidup
Jasad dalam mukjizat
Versus dustakan
------
Bongkahan batu
Darah dan laknat duri
Domba di gurun
------
Lonceng katedral
Jangan tinggalkan aku
Puji mu tuhan
------
Kemerlip lampu
Di pohon kehidupan
Menebus dosa
------

Haikuku haiku (28)

------
Sekepal tanah
Kulempar matahari
Hanguslah hangus
------
Berkaki tunggal
Kusembur senjakala
Pus keasalmu
------
Mandau sang hiyang
Kutusuk tanah malai
Terbang ke jagat
------
Padang mandura
Ruh padang mandurasi
Bernyawa tunduk
------
Pur pur si nupur
Rupa cahaya bulan
Sir aku sir mu
------

Haikuku haiku (29)

------
Macapat cinta
Jembatan kehidupan
Keselamatan
------
Hanacaraka
Melenyap kefanaan
Kalbu manunggal
------
Datasawala
Mencuci mata hati
Fatamorgana
------
Padhajayanya
Menyempurnakan kiblat
Kuncinya sholat
------
Magabathanga
Ketulusan syahadat
Jalan selamat
------

 

 

Haikuku Haiku (30)

Si bajing loncat
Bajingan politikus
Di mana tempat

Politik tikus
Anggota dewan tikus
Suara tikus

Bermuka tikus
Dipengadilan tikus
Divonis tikus

Di vila tikus
Istri simpanan tikus
Pejabat tikus

Mafia tikus
Tenaga kerja tikus
Ke negri tikus

 

 

Haikuku Haiku (31)

Sisa kopiku
Dikerumuni semut
Bagi rejeki

Jalan beriring
Semut membangun rumah
Gawi sabumi

Manusia tak
Seperti sifat semut
Ruhui rahayu

Naluri semut
Lebih tajam mencium
Di mana gula

Nafsu koruptor
Lebih tajam mencium
Di mana duit

 

 

Merenung bintang
Merenda langit malam
Seraut wajah

 

tidaklah cukup
seribu tahun lagi
menebus doa

 

 

wajah pun muram
nun siapa menyabit
bulan sabit


malam jahanam
hujan merampas bulan
pun bintang bintang

 

Haikuku haiku (32)

tak tik tak jejak
di luar malam gelap
jantung berdetak

siapa. kau kah
tapak jejak berdetak
di malam buta

gorden bergoyang
siapa lagi mati
di malam sunyi

lolongan anjing
menyunyi malam kelam
mengunci sepi

bunga kemboja
semerbak di pusara
pada epitaf

 

fajar menyingsing
jantung masih berdenyut
Alhamdulillah


merintis jalan
arah menuju pulang
kehakikatku



 ranjang pengantin
ditinggal penghuninya
fatamorgana

 

 

Haikuku haiku (33)

lenguhan kerbau
mengetuk pintu pagi
turun ke sawah

kerbau tak lelah
membajak sawah kering
petani bijak

pematang sawah
kerbau melenguh doa
padi menguning

suling gembala
kerbau memamah biak
negri nan makmur

di punggung kerbau
senja mengantar pulang
rumah ilalang

 

 

Haikuku haiku (34)

di kunang kunang
pelita rindu dendam
meniti malam

rindu berdamar
kunang kunang melayang
mencari kauku

di rumpun lalang
kerlipan kunang kunang
rindu kepayang

kunang kunang yang
terbang di tabir malam
perih rindunya

di gigir malam
kunang kunang tak lagi
berpunya sayap

 

 

Haikuku haiku (35)

Bunga teratai
Romansa wajah danau
Aku terpukau

Di tengah danau
Teratai mandi cahya
Pagi ceria

Sepasang angsa
Berhias bunga Padma
Di ombak danau

Angin semilir
Padma bercanda ombak
Danau beriak

Kelopak Padma
Bersajak tentang cinta
Danau kemilau

Haikuku haiku (36)

Di tengah malam
Aku datang padamu
Bermuhadarah

Di malam hening
Mudra meniti tasbih
Nikmat bermuhib

Di pintu malam
Ada salam mukaram
Dalam tasbihku

Malam berzikir
Tengah orang terlelap
Mimpi dunia

Datang padamu
Tiada malam tanpa
Melunas rindu


Layar dikembang
Adakah laut garang
Pantang berpaling


mobil di parkir
ganti baju pengemis
wajah memelas

Jangan di pintu
Jika kau ragu masuk
Baik kembali


 

 

Parlemen lebay
Membuat undangundang
Untung sendiri

 

Di hutan Nganjuk
Ingat Kalimantanku
Hutannya punah

 

Haikuku haiku (37)

Mobil yang baru
Dibanggakan berbunyi
Kredit dit dit dit

Mobil pejabat
Berlari dengan kencang
Menyemprot rakyat

Mobil pejabat
Lampu merah menjadi
Berwarna hijau

Biar melangit
Bahan bakar di pasar
Jalan tap macet

 

Haikuku haiku (38)

Di ujung senja
Berkaca pada laut
Membaca diri

Camar di karang
Mengucap salam pada
Senja yang lengser

Seusai siang
Matahari bersedih
Di saat senja

Di kaki langit
Matahari terbaring
Wajah berdarah

Akan kah sampai
Kapal mengarung senja
Dermaga cinta

Haikuku haiku (39)

Berapa helai
Bunga kertas kurangkai
Layu terkulai

Bunga kertasku
Tak berkelopak lagi
Aku termangu

Membayang esok
Rintih bunga kertasku
Sembilu hati

Aku jambangan
Di setiap rintihan
Bunga kertasku

Tak kan berani
Menafsir bunga kertas
Di dalam mimpi

 

Haikuku haiku (40)

Jangan dicari
Tafsiran makna cinta
Laut terduga

Cuma didusta
Lanskap altocumulus
Sebuah cinta

Tak kenal musim
Pun tak kenal usia
Agungnya cinta

Kata kata tak
Hanya satu anggukan
Misteri cinta

Di dalam diam
Di mata ada cinta
Di hati bunga


selembar daun
luruh ke pusar air
jerit ke langit

Haikuku haiku (41)

Daun kemuning
Menyesali dirinya
Saat mengering

Selembar daun
Pada seribu ranting
Berdoa hujan

Kemarau panjang
Satu daun tertinggal
Sebatang pohon

Selembar daun
Jatuh ke pusar air
Jerit ke langit

Daun berzikir
Sebelum matahari
Akan terbenam

 

Haikuku haiku (42)

Akhir Desember
Lahir tangis pertama
Kenal dunia

Akhir Desember
Lilin merah di altar
Gaun pengantin

Pagi Desember
Seekor Hong bernyanyi
Rindu menari

Petik melati
Seharum bunga meihwa
Kangen Desember

Sejak burung Hong
Sesat di gurun Gobi
Desember sepi

Pucuk Yangliu
Desember harum arak
Larut di Yang Tze

Sekuntum meihwa
Tersungkur di epitaf
Akhir Desember

Bekal ke ajal
Su merenda syahadat
Di kain kafan


 

Haikuku haiku (43)

Bulan menghitam
Mata di lubang kunci
Bayangan maut

Di pucuk kota
Bulan berdarah. Jatuh
Di rumah bordil

Saat mencari
Mendung mengubur bulan
Ke dalam kelam

Tak ada lagi
berdua. Bulan saga
Kamar membatu

Mencari bulan
bersembunyi. Ilalang
pada bergoyang



Haikuku haiku (44)

Belibis terjun
ke kolam. Hilang kata
Di akhir tahun
------
Sebuah kolam
Akhir tahun membaca
kitab memori
------
Tuhan. Di pintu
awal tahun. Kucari
atas namamu
------
Tak habis kata
syukur. Masih bernafas
ditutup tahun
------
Jalan membentang
Awal tahun tantangan
Hu. bismillah
------


Foto Arsyad Indradi.

 

Haikuku haiku (45)

------
Seusai senja
Hari semakin kelam
Kita tenggelam
------
Senja menggerai
aroma surga. Kita
Cuma berdua
------
Senja pun luruh
Angin dingin menyentuh
Kita pun luruh
------
Senja matamu
Masih menyimpan harum
Dalam bajuku
------
Kau tahu ? Senja
Samar caya dan kita
Meluput maya
------

Photografer : Agussyarif Hanafie M
Haikuku haiku (46)
Setiap bilik
Tak kan letih lantera
Jangan sembunyi !

--------
Cahya lantera
Menyulut batang tubuh
Tangkap jiwanya !
--------
Semakin gelap
Semakin kunyalakan
Lantera jiwa
-------
Api lantera
Menyusur bayang bayang
Seribu rupa
-------
Jika pun angin
Nyala padam ku nyala
Jiwa berjiwa
-------
Lantera. Apa
yang kau cari. Ambillah
di dalam diri

-------
------


Foto Arsyad Indradi.


Haikuku haiku (47)
------
Ruh ruh notasi
Di menara katedral
Di malam natal
------
Puncak octavo
Guido Van Arizo
Hidup kembali
------
Tuts tuts piano
di rahim gregorians
Lahir Beethoven
------
Urat nadiku
Senar gitar gemuruh
Memuji tuhan
-------
Bengawan Solo
Requiem kematian
Musik keroncong
------
Rock and roll bagi
Matinya celebrity
Di legeslatif
-------

Photografer : Rico Hasim

Haikuku haiku (48)

Rakyat diumpan
Asalkan dapat mentri
Politik catur
------
Tipu muslihat
Bermain mata catur
Rakyat tersungkur
-------
Menyusun biji
catur. Politik edan
Di legeslatif
------
Bermain catur
Di panggung legislatif
Yang penting kursi
------
Mencatur catur
Siapa jadi mentri
Ratunya genit
------
Refleksi rakyat
Di papan catur. Sekak
Jangan berdalih
------

Haikuku haiku (49)
------
dut dang dut dang dut
nina bobo di zaman
globalisasi
------
Pulang anakku
Tidak ada khalifah
Di negri ini
-------
Tuhan di mana
Tak ada dalam diri
Kalbuku sunyi
-------
Kudengar zikir
Air mata mengalir
Aku yang fakir
------
Kau kah idhofi
Tubuhku menggeletar
Beri ku pijar
------
Begitu naïf
Kukaji diri ini
Di ayat suci
------

Haikuku haiku (50)
: memoriam Sitor Situmorang
Di milad Tardji
Kujabat tangan Sitor
Haiku nadinya
--------
Indradi mari
Santap malam lebaran
Sitor berkisah
--------
Semakin senja
Kami menatap mega
Sitor bersajak
----------
Di dalam sajak
Sitor menunggu bulan
Tanah kuburan
---------
Pergilah sitor
Tunggu aku di sana
Di sisi tuhan
---------
Sitor tak mati
Ruhnya dalam puisi
Slalu bernyanyi
--------

Haikuku haiku (51)
--------
Segumpal darah
Dalam rahim bertakdir
Bulan Desember
-------
Payung Desember
Aku temukan damai
Di dalam hujan
-------
Burung Desember
Slalu kepak dan kicau
Beri puisi
-------
Benci Desember
Entah apa semakin
Aku merindu
--------
Desember tiup
Enam empat lilin ku
Di akhir tahun
--------
Desember pergi
Masih kicau burungnya
Setiap pagi
--------

Haikuku haiku (52)

Haikuku haiku
Nusantara darahku
Hidup matiku
---------
Indonesia
Tak ada cinta lain
Bagimu negri
--------
Kupantek api
Semangat cinta cuma
Indonesia
---------
Indonesia
Bersedih hati. Ketuk
Langit dan bumi
--------
Puisi laut
Ombak pantai dan karang
Buih negeriku
-------
Damai di langit
Damai di bumi. Tulis
Negri penyair
-------

 

Haikuku haiku (53)
-------
Di hari ibu
Aku mencari ibu
Ibu Pertiwi
-------
Di mana ibu
Letih sudah mencari
Di hari ibu
-------
Di hari ibu
Aku panggil namamu
Ke mana ibu
-------
Ibu pulanglah
Jeng Kartin, kami tak
Dusta sejarah
-------
Racun sejarah
Abindanon Belanda
Otak penjajah
------
Di hari ibu
Anak anak menangis
Hilangnya ibu
------

Haikuku haiku (54)
--------
Tahun berlalu
Catatan. Langkah baru
Di gerbang tahun
--------
New year . Di pintu
Kutantang kehidupan
Siapa takut
--------
Tanam harapan
Bismillah melangkah
Tiada goyah
---------
Beranda tahun
Tutup kitab memori
Menyusun langkah
---------
Goot morning my lord
Thank you so much you give me
So breathe again
------

......................................................................................................................

Haikuku haiku (55)
Sujud sajadah
Menapak tangga Kabah
Hablumminallah
------
Maaf dan ridho
Tulus damai di kalbu
Hablumminannas
------
Merusak alam
Kesombongan manusia
Arasy bergoncang
------
Bencana alam
Terpujilah beruzlah
Allah tak salah
------
Apa dicari
Manusia bersengketa
Cuma derita
------






·

Haikuku haiku (55)

Sujud sajadah
Menapak tangga Kabah
Hablumminallah
------
Maaf dan ridho
Tulus damai di kalbu
Hablumminannas
------
Merusak alam
Kesombongan manusia
Arasy bergoncang
------
Bencana alam
Terpujilah beruzlah
Allah tak salah
------
Apa dicari
Manusia bersengketa
Cuma derita
------

 

 

Musafir
Menengok ke cakrawala
Hidup bukanlah sewaktu mati
Dan mati sewaktu hidup
Bb,2014


Menyusur Jalan
Kita berdua
Hujan adalah rahmat
Hujan adalah nikmat
Bb,2014

Menunggu Musim Semi
Melihat someiyoshino ingat Teruko Mizuki
Ingat hanami ingat pertemuan pertama
Perahu melancar di Shinsakai
Bb,2014




Odori
Di atas nisan Thubouchi Shoyo
Bulan meneguk poci sake
Menari di kaca jendela kamarku
Bb, 2014

Ladang Jagung
Gadisgadis berambut pirang
Anakanak petani sederhana
Burungburung pada takjub
Nganjuk,2014

Ironis
Rakyat miskin : Anda kenal kami
Suara parlemen : Anda siapa
Pantastis
Bb,2014

Kampanye
Di mimbar : Tumpas korupsi
Setelah terpilih : Sulit
Lebay
Bb,2014

Koruptor
Palu : Tak !
Sedemikian hukuman
Di negeri iblis


Rindu
Kubelah ayatayatbatumu
Biarkan ruasruas jariku berdarah
Menasbih asmamu
bb,2014

Meditasi
Lapar takbir makanku
Haus zikir minumku
Hu Allah
bb,2014

Tidur
Berbantal syahadat
Berselimut salawat
Terpuji bagimu : Allah
bb,2014

Reruntuhanpagi
Hujan di atas kota
Rumahrumah kardus
Rebah di atas resah
Bb,2014

Ajal
Selembar daun berzikir
Jatuh melayang
Mencari bumi
Bb, 2014

Hidup
Jika aku mati hanyalah raga
Jiwaku tetap hidup
Dalam kasihmu
bb,2014
Dusta
Di dalam tawa ada duka
Di dalam duka ada suka
Di situlah dusta cintamu
bb,2014
Tidur
Berbantal syahadat
Berselimut salawat
Terpuji bagimu : Allah
bb,2014
Meditasi
Lapar takbir makanku
Haus zikir minumku
Hu Allah
bb,2014
Rindu
Kubelah ayatayatbatumu
Biarkan ruasruas jariku berdarah
Menasbih asmamu
bb,2014

Langkah
Hopla !
Satu hati
Demi negeri
Bb,2014

Perjuangan
Kembangkan layar
Arung samudera
Cinta
Bb,2014

Serautwajah
Sebatang rokok
Seasap rindu
Duh

Hampa
Kukejar dirimu
Dalam diriku
Ah

Merindulaut
Tak ombak
Tak pantai
Tak

Rindumalam
Jarum sepi
Menisiknisik hati
Bulan mati

Hening
Di atas kolam
Seekor capung
Bercanda dengan bulan



Cara pemenggalan untuk suku kata pada sebuah kata dalam bahasa Indonesia.
I. Pada kata Dasar
1. Suku kata berpola VV di tengah kata
Contoh :
ma-af, sa-at, du-et, bu-ih, ba-ik, ta-at.

2. Suku kata berpola VV berupa diftong.
Contoh :
sau-da-ra, pan-tai , ri-sau, au-la, ka-lau
3. Suku kata berpola V di awal kata dan akhir kata.
Contoh : i-si, i-ri, a-ni, a-syik, e-mas, i-sya-rat, do-a, su-a,
5. Suku kata berpola VK
Contoh : am-bil, in-dah
6. Suku kata berpola KV
Contoh : ka-mu, sa-ya, di-ma-na
6. Suku kata berpola KKV
Contoh : kla-sik, : Kli-maks, su-nyi, ta-nya, sya-rat
7. Suku kata berpola VKK
Contoh : si-ang, li-ang, Eks-pe-ri-men, ikh-las
8. Suku kata berpola KVK
Contoh : pe-rut, kur-si, ger-tak, tak-luk, ge-lap, mak-lum, ,kom-pos-mik-ro, mig-ra-si
9. Suku kata berpola KKVK
Contoh : de-ngan, prak-tis, trans-mig-ran
10. Suku kata berpola KKKVK
Contoh: Struk-tur, kon-struk-si, in-struk-si, ab-strak-si
11. Suku kata berpola KKVKK
Contoh: Trans-mig-ra-si
12. Suku kata berpola KVKK
Contoh : makh-luk, masy-gul, masy-hur
II. Pada kata dasar berimbuhan
Semua imbuhan dan partikel dianggap satu suku kata,termasuk pada imbuhan awalan yang mengalami perubahan bentuk sehingga dapat dipenggal dari kata dasarnya.
1. Pada imbuhan.
Contoh : me-ra-mu, me-nya-pu, men-co-ba, pem-be-lah-an, ke-hu-tan-an, per-ta-ni-an.de-da-un-an, per-ja-lan-an, ber-a-du, ke-su-ngai, ter-ja-tuh, di-am-bil, se-e-kor,di-i-si, se-ha-ri, ber-su-a.
Sedangkan akhiran -i pada pergantian baris dan kata yang diawali vokal tidak dipenggal.
.Contoh : me-nga-ta-si, me-nga-khi-ri, me-lu-na-si, di-am-bi-li
2. Kata yang berimbuhan sisipan.
contohnya : te-lun-juk, ge-ri-gi, ge-li-gi, ge-me-tar, ge-le-tar
3. Imbuhan yang berasal dari bahasa asing tidak dianggap sebagai imbuhan melainkan sebagai suku kata itu sendiri. Pemenggalannya mengikuti aturan pemenggalan kata dasar.
Contoh : spor-ti-vi-tas, ak-li-ma-ti-sa-si.
4. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat digabungkan dengan unsur lain, memenggalnya sesuai kaidah-kaidah pemenggalan kata dasar, misal :
bi-o-lo-gi, mik-ro-bi-o-lo-gi, pas-ca-sar-ja-na, bu-di-da-ya
 ...................................................................................................................................................

Di hutan Nganjuk
Ingat Kalimantanku
Hutannya punah

Parlemen lebay
Membuat undangundang
Untung sendiri

No comments:

Post a Comment

Grafis Yanto

Grafis Yanto
Haiku Grafis Sudiyanto Admipro

Kumpulan Haiku Aghan S Parmin

Aghan S Parmin
malam datanglah
hati sunyi meraja
pintu bukalah

sampit, 12 2014

bintang berkedip
malam bak rahim bunda
mengadam-hawa

sampit, 12 2014

subuh mengembun
pagi tabur cahaya
burung terbanglah

sampit, 12 2014

malam meluruh
gelap menyimpan intan
bumi terengkuh

Sampit, 12 2014

gelembung busa
angin riuh berlalu
tangan kosonglah

sampit, 12 2014

layang melayang
dalam kendali tangan
aku layang kau

sampit, 12 2014

disinar bulan
daun sepuhan perak
hanyutku haiku

sampit, 12 2014

bulan cemerlang
bumi indah cahaya
aku dalam Hai

sampit, 12 2014

sehabis hujan
pohon-pohon menghening
batu tak gigil

sampit, 12 2014

Ed Jenura

Ed Jenura
Haiku Grafis Ed Jenura

Yuharno Uyuh


HAIKU 1

Menerjang peluh
Meregang tangis zaman
Kelu menahun


HAIKU 2

Tangis sang renta
Langit pekat bergetar
Anak pendosa

HAIKU 3

langit memerah

di pusara istana

gagak menjerit


HAIKU 4

merenda mimpi
raih setumpuk toga
mati berdasi


HAIKU 5

tangis sang ibu
di keheningan malam
langit bergetar


HAIKU 6

di sudut panggung
kecapiku membisu
gitar berjingkrak



Catatan Lutfi Mardiansyah

HAIKU DAN KETIADAAN PUSAT

Terlepas dari aturan atau pakem-pakem haiku, baik itu haiku klasik maupun haiku modern, dalam tulisan singkat ini saya ingin membicarakan satu hal mengenai haiku, yaitu “ketiadaan pusat”. Yang saya maksudkan adalah, dalam konteks ini, kata “pusat” bersinonim dengan “gagasan utama”. Dengan demikian saya ingin membahas ketiadaan gagasan yang, di dalam haiku, terkesan tidak terlalu penting, bahkan seringkali—secara ekstrim—ditolak. Logikanya, ketika gagasan pada sesuatu ditolak, maka ia menjadi sesuatu yang “tanpa gagasan”.

Sebagaimana jenis-jenis puisi seperti diwan, kasidah, ghazal, seringkali digunakan sebagai wadah ekspresi dari ajaran-ajaran sufisme, haiku seringkali dikaitkan dengan ajaran zen. Banyak penyair yang juga penganut ajaran zen menulis koan-koan mereka dalam bentuk haiku—walupun tidak semua. Karena zen dikenal sebagai filsafat kekosongan atau ketiadaan, atau ekstrimnya anti-filsafat, dalam hal ini haiku menjadi semacam perpanjangan dari ajaran tersebut.

Lalu apa yang ditawarkan haiku jika ia tidak menawarkan sebuah gagasan? Jika kita melihat bahwa dari segi isi puisi terbagi ke dalam dua jenis, yakni puisi-gagasan dan puisi-suasana, bisa jadi “suasana”-lah yang dalam hal ini hendak ditawarkan oleh haiku. Haiku menyediakan wadah bagi sesuatu yang “bukan dipikirkan” melainkan “dinikmati”. Haiku menyediakan wadah bagi fragmen-fragmen yang cenderung bersifat impresif daripada kontemplatif. Potongan suasana yang tiba-tiba, yang terlepas dari sebuah mula dan tidak terselesaikan.

Analogi sederhananya sebagai berikut: “seseorang membuka pintu”. Seperti itulah haiku. Haiku tak mengurusi dari mana orang itu sebelum dia membuka pintu dan akan ke mana dia setelah membuka pintu. Haiku hanya menangkap impresi-impresi semisal bunyi derit pintu ketika dibuka.

Dalam fokus pembahasan tersebut saya ingin mengetengahkan haiku karangan Isbedy Stiawan Z S untuk melihat bagaimana ketiadaan gagasan di dalam haiku. Berikut ini haiku-haiku tersebut:

dan hujan tandang
menyeret lampu padam
malam pun hitam

Pada haiku tersebut, Isbedy melukiskan sebuah potongan suasana yang tersusun dari “hujan”, “lampu”, dan “malam”. Di haiku ini Isbedy hanya menggambarkan bagaimana hujan datang (dan hujan tandang), kemudian hujan tersebut “seolah” membuat lampu-lampu padam (menyeret lampu padam) dan ketiadaan penerangan ini mengakibatkan malam menjadi gelap (malam pun hitam). Sudah. Tapi, apakah selesai sampai di situ? Apakah haiku ini hanya menawarkan potongan kejadian, sebuah puzzle berupa “hujan” yang ber-“tandang”, dan—mungkin—saking lebatnya hujan tersebut hingga ia seperti tirai tebal yang menghalangi pandangan kita dari nyala lampu, seolah-olah “lampu” itu “padam” dan hujan itulah yang membuatnya padam, serta pada gilirannya hal tersebut membuat “malam” menjadi gelap, seluruhnya berwarna “hitam”?

Apakah selesai sampai di sana dan hanya seperti itu saja?

Sebab jika kita melakukan pembacaan hermeneutik terhadap teks haiku tersebut maka hasilnya akan lain. Dengan berpegang pada kemiripan konsep, kita bisa membaca “hujan” sebagai suatu “kesedihan”, lalu “lampu (yang) padam” itu sebagai “hilangnya kegembiraan”, kemudian “malam” yang disandingkan dengan “hitam” itu sebagai “kehidupan” yang disandingkan dengan “derita”. Dengan demikian, jika teks haiku tersebut kita baca secara hermeneutik, bisa jadi salah satu tafsiran yang muncul adalah, bahwa haiku tersebut menggambarkan tentang kesedihan yang datang selalu membuat kegembiraan terhapus dan kita merasa hidup kita penuh derita. Justru di sini muncul sebuah gagasan, setidak-tidaknya gagasan mengenai kesedihan sebagai sesuatu yang melenyapkan kegembiraan, bahwa dua hal tersebut—kesedihan dan kegembiraan—ada dalam kerangka oposisi biner di mana, walaupun saling melengkapi, keberadaan yang satu selalu melenyapkan yang lainnya.

Sebagai penutup tulisan singkat dan sederhana ini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang timbul atas masalah tersebut di atas untuk selanjutnya—mungkin—bisa dijadikan bahan diskusi atau kajian yang lebih menyeluruh: Apakah ketiadaan pusat di dalam haiku itu suatu realitas yang segera terhapus begitu ia berhadapan dengan teori dan metode pengkajian sastra? Ataukah ini adalah sesuatu yang melampaui hal-hal ilmiah dan akademis tersebut? Sesuatu yang sifatnya esoterik?***

Denny Cholid Rachmat Awan

Semoga bermafaat bagi saya pribadi dan saudara2ku, sabahat2ku, sebagai pengetahuan yang perlu juga dikoreksi oleh saudara2ku di grup Haiku oleh :
Kang Kang Soni Farid Maulana, Kang Diro Aritonang, Kang Yesmil Anwar, Kang Yusef Muldiyana, Kang Igun Prabu, Kang Hikmat Gumelar, Bang Arsyad Indradi, Kang Beni Setia, dan kawan-kawan yang tidak saya sebut semua disini, bilamana ada kekurangan2 mohon dimaafkan tulisan saya ini hanya sebagai refresh saja, dan saya bersyukur semoga dengan kehadiran Kang Lutfi Mardiansyah disini sangat penting buat kita di Haiku bukan sekedar busa dan gincu. Sedikit pengetahuan bagi saya tentang "HAKIKAT KRITIK" semoga kawan-kawan bisa menambahkan dan koreksi : Kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Krinein” yang artinya memisahkan, merinci. Dari bidikan yang dihadapi dengan kenyataannya orang membuat suatu pemisahan, perincian antara nilai dan yang bukan nilai, yang baik dan yang jelek, namun bukan hanya arti susila saja, perlu landasan-landasan untuk menyoroti dalam arti yang sangat luas terhadap menentukan suatu ukuran nilai, yaitu nilai dalam penafsiran, nilai dengan ilmu, kaidah-kaidah atau norma yang menjadi pedoman secara sistematis. Persoalan kritik mempunyai kedudukan yang sangat penting pada kehidupan sosial manusia, karena kritik adalah sebagaimana orang memberikan penilaian atas nilai. Dalam tata kehidupan demokrasi masyarakat, kritik sangat dibutuhkan untuk menilai tentang kebijaksanaan para pemimpin dan para penguasa secara kritis. Seperti terjadi dalam suatu pemilihan umum, yaitu sebagai contoh pemilihan kepemimpinan melalui partai-partainya. Kritik menyoroti wilayah-wilayah tertentu dari suatu praktek kemanusiaan dalam sosialisasinya. Tanpa kritik belum tentu suatu cita-cita sesuai hasil dengan pencapaian harapannya.
Kritik dilontarkan dengan positif ataupun negatif bagai cambuk seakan-akan menjadi penghambat atau ancaman yang dianggap pengrusakan citra pada para pembuatnya, pada sistem struktural sebuah organisasi atau perseorangan dari sebuah nilai kesucian dan kemurnian hasil karya. Bisa juga kritik menjadi doping atau stimulus untuk mencapai harapan masa depan lebih baik dari yang sudah-sudah. Seorang kritikus sudah tentu harus mengerti hakekat kritik, sifat-sifat kritik dan persyaratan bagaimana melakukan kritik. Kendati demikian bukan tugas yang mudah ketika kritik itu harus diutarakan dan bahwa kritik yang benar adalah suatu nilai dasar untuk kemajuan eksistensi perbuatan kemanusiaan. Menjadi seorang kritikus berkualitas mempunyai disiplin ilmu untuk mempelajari dan memahami bagaimana menyoroti dan melontarkan kritik-kritiknya supaya tepat sasaran terhadap yang dinilainya atas perbuatan-perbuatan yang bisa ditangkap dan tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, seperti yang dilakukan seorang filsuf, agamawan dan masyarakat religius secara spirituil berfikir tentang ketuhanan. Bagaimana kita mengkritisi terhadap seorang hakim menvonis perbuatan seorang terdakwa, pemimpin negara mengatur rakyatnya, seorang seniman bagaimana ia menghasikan karya seni yang diciptakannya. Demikian macam-macam kritik diarahkan bukan serta merta seorang kritikus menjadi dewa terkesan lontaran caci-maki, opini, bisikan-bisikan, gunjingan sebagai kutukan yang gerah, akan tetapi menjadikan spirit dan titik terang mendorong lebih maju untuk melahirkan formula-formula baru dan inovasi pada kemajuan bangsa dan negara, serta satu contoh pada karya seni lebih bermutu sekaligus eksistensi para senimannya. Salam Haiku.

TULISAN HIKMAT GUMELAR

DI KUBUR ATAU DI RANJANG?
Ilmu pengetahuan bekerja dengan klasifikasi. Kerja ini
memungkinkan abstraksi. Abstraksi memungkinkan teori dan metodologi. Teori dan metodologi memberi jaminan pasti. Tapi klasifikasi kerap hanya mengambil salah satu identita
s realitas dan menjadikannya arca yang diklai sebagai satu-satunya identitas. Identitas-identitas realitas yang lain kerap sengaja ditindas demi kemudahan dan kerapihan melakukan klasifikasi dan abstraksi, menyusun teori dan metodologi.
Maka, ilmu pengetahuan potensial menyesatkan, potensial menghancurkan. Sajarah bahkan sudah banyak membuktikan kebiadabannya. Misalnya, antropologi pernah lama menganggap bahwa bangsa-bangsa di luar Eropa adalah bangsa primitf, tidak beradab, karenanya mesti diadabkan. Ilmu sejarah sendiri
selama berabad-abad menganggap bahwa sejarah adalah rekonstruksi masa silam berdasarkan arsip. Di luar arsip, bukan sumber sejarah. Dan sejarah yang disusun berdasarkan sumber-sumber lisan dianggap bukan sejarah, dianggap sebagai
tahyul. Anggapan ini memungkinkan lahirnya kolonialisme dan neokolonilisme yang hingga hari ini masih terus beroperasi.
Potensi buruk ilmu pengetahuan akan semakin besar jika
melihat kondisi hari ini. Ini hari arus perubahan sebegitu deras. Informasi melebihi gelombang tsunami. Gelombang tsunami menerjang dalam rentang waktu tertentu yang tak berlebih mungkin jika disebut cukup lama. Dan datangnya dari satu arah. Sementara gelombang informasi ini hari meluap dan menyergap di setiap
tarikan napas dan dari berbagai arah. Ini kondisi yang memungkinkan semakin banyak orang seperti ditulis Chairil Anwar dalam “Catatan Th. 1946:
Kita anjing diburu—hanya melihat dari sebagian sandiwara sekarang/Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Karena itu, yang disebut data-data sekalipun, yang disebut
fakta-fakta sekalipun, selalu hanya sejumput. Hal ini karena pengumpulannya dilakukan seperti oleh “anjing diburu”. Begitu pula perenungannya, yang karuan bukan di tepian tasik yang tenang, melainkan di tengah arus deras perubahan dan luapan dan sergapan gelombang informasi dari berbagai arah yang tak sudah-sudah. Belum lagi jika mengingat bahwa yang dinamakan “data” dan “fakta” adalah buah kesepakatan segolongan orang. Segolongan orang ini tentu saja bukan malaikat. Mereka tida nirkepentingan. Dan mereka pun selalu berada dalam ruang dan waktu tertentu yang karuan pula memengaruhi caranya memandang. Dengan demikian, jikapun ditemukan kebenaran, makna, dan arti, itu senantiasa parsial, senantiasa sementara. Konsekuensinya memang bukan sama sekali menafikan ilmu pengetahun, bukan anti-ilmu pengetahuan. Tapi jauhkanlah sikap menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai berhala. Bukalah selalu mata bahkan ketika tidur. Teliti dengan cermat, jernih, dan rendah hati setiap pijakan, langkah, dan temuan. Dunia ini sedemikian luas dan otak siapa pun hanya sekepalan bayi. Perkara bertambah lagi jika yang ditulis Chairil itu benar bahwa “kita hanya melihat dari sebagian sandiwara sekang. Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang”. Ini karena kita di abad ke-21 ini seperti “Anjing diburu”.
Saya merasa perlu menulis begitu setelah membaca teks yang
diniatkan oleh Lutfi Mardiansyah sebagai kritik sastra. Sebetulnya saya enggan masuk dalam perdebatan yang dimulai oleh ayunan palu hakim dan lalu disusul oleh banyak semburan derau. Saya telah mencoba sebentar meredakan meski semata karena saya merasa Lutfi menyapa saya. Percobaan itu saya lakukan dengan
menyelipkan kutipan utuh “Gunung-Gunung”, puisi Emily Dickinson, dalam dalam komentar saya untuk Teh Meycha. Puisi bagus yang diterjemahkan dengan bagus oleh Gunawan Mohamad itu, hemat saya, relevan untuk hadir di tengah ayunan palu dan semburan-semburan derau. Tapi “Gunung-Gunung” itu rupanya tak didaki.
Padahal, seingat saya, saya pun sudah menulis sedikit kisah mengenai kenapa sampai Emily baru dikenal sebagai penyair brilian di Amerika Serikat, bahkan kemudian dunia, setelah dia mangkat.
Sebenarnya komentar Kang Beni Setia sudah menunjukkan kekurangan mendasar dari teks Lutfi itu. Dengan cukup gamblang Kang Beni mengatakan bahwa teks Lutfi itu dibangun di atas pandangan yang menyamaratakan, gebyah uyah. Semua haiku diandaikan “tidak ada pusat”, yang berarti “tidak ada gagasan”.
Jika saja itu dibaca dengan mata terbuka, cukup sudah. Goyah itu yang mengklaim sebagi teks ilmiah. Namun, seperti “Gunung-Gunung”, itu pun seperti dilewat begitu saja. Maka, mencuatlah tanya, kenapa bisa demikian? Apa yang memungkinkannya?
Saya merasa bebal. Saya gagal menemukan jawab. Saya hanya
semata bisa menduga, jangan-jangan muasal perkaranya dari penjadian pemilahan yang populer di tahun 70-an, yakni soal puisi suasana dan puisi gagasan, sebagai pijakan. Dan pemakaian pemilahan ini sebagai pijakan dibeking oleh pandangan mengenai puisi yang terdiri dari isi dan wadah seperti air dan ember. Menurut Lutfi, isi puisi itu ada dua, yakni gagasan dan suasana. Berdasarkannya, disebutkannya lah bahwa semua haiku adalah berisi suasana. Lalu diperkuat dengan menyebut kebertautan haiku dengan Zen yang punya tradisi koan. Saya merasa tak perlu lompat jauh-jauh ke sejarah perkembangan haiku, terlebih dengan mengaitkannya dengan Zen dan koan. Cukup rasanya dengan kita menyoal perkara puisi yang seperti air dan ember serta isi puisi yang terdiri dari suasana dan gagasan. Apakah iya puisi bisa dijadikan
terpisah antara wadah dan isi? Dan, sebenarnya pertanyaan ini tak perlu diajukan karena andaian yang mendasarinya sudah ilusif, apakah iya isi puisi hanya suasana dan gagasan? Apa yang dimaksud gagasan? Apa yang dimaksud suasana? Apa dalam suasana mustahil ada gagasan? Apa dalam gagasan mustahil
mengahdirkan suasana? Apa pula tak ada lain di luar gagasan dan suasana?
Kecuali itu, Lutfhi pun mengklaim memakai hermenetik untuk
menjalankan penafsiran lapis kedua terhadap karya Mas Isbedy. Sementara dia mengatakan bahwa haiku adalah karya tanpa pusat. Jika mau konsisten, menggunakan hermenit untuk mebaca karya yang konon tanpa pusat itu slangkah baik untuk hati-hati. Pasalnya, sila ingat sejarah hermenetik, juga tokoh-tokohnya. Dari situ terang bahwa hermenetik itu mengandaikan adanya kebenaran utama. Itu yang harus diburu. Saya dengar, pendekatan ilmiah itu wajib menjelaskan istilah-isitilah kunci. Penjelasan itu wajib meniadakan acuan ganda, wajib meniadakan mabiguitas. Kewajiban ini rasanya belum dipenuhi Lutfi. Masih banyak yang sebetulnya perlu dipersoalkan. Namun itu saja rasa-rasanya sudah lebih
dari cukup, apalagi dua baris “Catatan Th. 1946” itu sudah sangat terang mengingatkan kita. Atau biar tak terlewat pula kita petik saja lagi, ya:
Kita anjing diburu—hanya melihat dari sebagian sandiwara sekarang/Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang

SDFK

KIRIMAN DARI SDFK

Mien Ardiwinata Kusdiman

SDFK # Bayang Bayang Sepanjang Badan #

malam kembali hening
seperti malam kemarin
dan kemarinnya lagi
hujanpun terus menderas
dari malam kemarin
dan kemarinnya lagi
menggigil aku kedinginan
walau sudah berselimut tebal
mestinya kamu ada disini..
tapi aku sangat tahu
kau sudah ada disana
dan aku harus tetap disini
semuanya harus seperti ini
kita berpisah sayang..

hingga larut tak jua aku terlelap
aku tidur dikamar kita
dengan sprei putih berenda
dan aroma bunga sedap malam yang kamu suka
dinding kamar cantik kita
bertaburan kenangan silam
ada kamu dan aku dalam pigura waktu
semua bercerita tentang kita
cerita silam sangat indah
ketika bersamamu..
aku sangat bahagia
walau ada air mata
tak semua tangis artinya sakit
tak semua air mata adalah duka
terimakasih buatmu kekasih
yang telah mengisi indahnya hari hariku
sekian lama.. dengan janji dan cinta tulus
dalam meniti dari waktu ke waktu
hingga pelukan terakhir kita

( revisi puisi celoteh hati - resminiardiwinata - januari 2013 )