TENTANG HAIKUKU

haikuKu merupakan grup bebas-terbuka. Haiku (俳句?) adalah puisi asli dari Jepang, yang merupakan revisi akhir abad ke-19 oleh Masaoka Shiki dari jenis puisi hokku (発句?) yang lebih tua. Namun puisi mikro ini sudah menjadi milik dunia, siapapun berhak menulis haiku atau hokku. Haiku tidak hanya Matsuo Basho (1644–1694), Onitsura (1661–1738), Yosa Buson (1716–1783), Kobayashi Issa (1763–1827), tapi juga James W. Hackett, Jorge Luis Borges, Cid Corman, Allen Ginsberg, Dag Hammarskjöld, Jack Kerouac hingga Octavio Paz. Mari lewat grup ini kita berapresiasi dan berkarya mendalami haiku. HaikuKu menganut model haiku yang berpola 17 sukukata dalam patron 5-7-5, yaitu:5 suku kata pada baris pertama,7 suku kata pada baris kedua, 5 suku kata pada bari ketiga. Untuk kata ulang tetap dihitung penuh, hati-hati = 4 sukukata, kemana-mana = 5 sukukata, penulisan angka dihitung kata ucapannya, 1 dibaca “satu” = 2 sukukata, 10 dibaca “sepuluh” = 3 sukukata. Untuk kata-kata interjeksi tidak diperkenankan, misal “ah”, “ih”, “hi..hi..”, “hu...hu...”, “ha..ha...ha..”, HaikuKu tidak mengenal rima, irama, namun jika memang diperlukan tidak masalah, haikuKu harus memiliki dasar tradisi budaya Indonesia maupun kedaerahn dalam spiritnya, tidak mewajibkan harus ada penanda musim (Kigo) seperti salju, angin, pagi, batu, air, awan, gunung, rumput, namun jika itu diperlukan tidak masalah, penekanan HaikuKu lebih pada perekamam momentum (suasana , situasi, peristiwa), sensasi pikiran, memiliki kata-kata kias, imaji dan metafora, kekuatan diksi, tidak harus membentuk kalimat diantara barisnya dan memiliki rasa bahasa keindonesiaan. HaikuKu membebaskan pada setiap anggota untuk sekreatif mungkin dalam penampilannya dengan menggunakan gambar background (latar) sebagai daya tarik. Tunjukkan “Ini haikuKu mana haikuMu”

Grafis

Grafis
Haiku Grafis Oceana Lpughie

Monday 15 December 2014

Ranie Dewiyanti


...
semoga benar
haikuKu pertamaku
pandangan hati


#‎haiku‬
sang bianglala
padukan tujuh kelir
seputih cinta
(#2, 120115)

#1
jejak semalam
sisakan kumai pening
berdentam-dentam
#2
jingga lumantung
poles angkasa raya
padahal pagi
#3
bubuk jelaga
bukan nestapa karma
warna bahagja
#4
hijau kotaku
longgarkan ruang nafas
kotalah kembang
#5
pengap sesak ku
pekak bising kuping ku
terik surya ku
#6
daun di mawar
embun di daun, tetes
mantra bareksa
2 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#7
berkeliaran
wayang-wayang bernyawa
bermacam roman
#8
enyahlah duka
kau tak layak bertempat
pada sukaku
#9
diferensinya
buana dan suwarga
kebakaannya
#10
tlah dikecapkan
akan berputar cakra
suka dan duka
#11
mata yang riak
refleksikan pelangi
yang warna warni
#12
gulana tiada
murka karar mengirap
ku penuh cinta
#13
and if quiescent is
the source of my happiness
then I'll sew my lips
3 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#14
and if the sky is
way to meet you constantly
my shoes are the stars
#15
if this poem is
the only one chance for us
my pen won’t dry out
#16
mereka bilang
“berhentilah bersedih”
dan aku linglung
#17
mereka bilang
“yakinilah kuatmu,
gundahmu lenyap”
#18
mereka bilang
“lupakan bencanamu,
raihlah senang”
#19
mereka bilang
“palingkanlah sorotmu,
mata lukamu”
4 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#20
dan engkau bilang
“sesungguhnya riangmu,
pada matamu”
#21
saat terucap
bahwa aku tak sama,
senyum tidurku
#22
kini kutolak
resah karna sepiku
nur dengan ruhmu
#23
adalah aku
dengan anak-anakku
dan dengan engkau
#24
adalah engkau
dengan pergi jauhmu
ketabahanmu
#25
dan lalu kita
dan rindu dendam kita
dan teguh kita
#26
aku menghirup
udara embun pagi
engkau oksigen
5 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#27
terima kasih
kekasih terkasihku
terima kasih
#28
sang khalil gibran
mengajari akalku
dan jiwaku
#29
tentang mencinta,
dicinta dan berpaut
nyata diraja
#30
bila kelana
menemukan sang cinta
kau menetaplah
#31
jangan mengandal
cinta hanya bawamu
suka dan bagja
#32
atau kirimi
gelora dan asmara
semata saja
6 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#33
tapi siaplah
ada hingar di cinta
yang abu kelu
#34
jalan nestapa
duri-duri di kaki
mendarahimu
#35
atau derita
menekan rindu rasa
mengair mata
#36
tidak, tidak kan
cinta bagai sutera
tanpa terkoyak
#37
karena pahit
engkau akui manis
meresapinya
#38
karena darah
engkau belajar balut
luka bernanah
7 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#39
lalu sang cinta
semahal zamrud merah
terasah indah
#40
lalu sang cinta
tak mudah fana hilang
tergenggam erat
#41
berhujan-hujan
menyeka muka kuyup
dan air mata
#42
aku pembual
berkoar bisa hidup
tanpa hadirmu
#43
selamat pagi
ku tak tahu mengapa
haiku benakku…
#44
as we know so far
we prepared since years ago
in our absence
8 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#45
agreed on things hurt us
to be kept and saved deeply
let it pass us by
#46
we've been so happy
underwent so many days
were very lovely
#47
we’ve been so sad, ‘cause
ought to lie down discreetly
with no any strength
#48
now we must defend
on the set-up which binds us
to a day might be
#49
we don’t stop wishing
through the words rhythmically
through endless prayers
#50
dream is still alive
the one about you and i
you feel the heartbeat?

9 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#51
kita bertahan
dalam bahagia ria
dalam kurnia
#52
senyap di kota
bagai upeti rutin
hari ku dan kau
#53
jelaga debu
mesiu rindu rasa
untuk sang waktu
#54
kita bertahan
di jalan panjang kini
menanti-nanti
#55
tes tes tes, peluh
biarkan rincik lalu
bagja menggema
#56
kalintang sesah
wedalkeun pikahatur
pikeun jungjunan
10 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#57
pada penghujan
dalam penghujung warsa
hijau kotaku
#58
tak terbilang kau
mencumbu ruah kasih
dan aku bungkam
#59
akulah jala
sang penjaring gelora
dan aku bungkam
#60
dan engkau bahkan
tak pernah akan tahu
tangis tersedak
#61
asa kacida
aya jelema kitu
lalaku maung
#62
mestinya bias
menghalau lindap kelam
warnai hati
11 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#63
paruh bukanlah
bibir berfungsi sama
maka diamlah
#64
bukan elegy
tapi sambaran petir
panggil namamu
#65
masih tentangmu
dan kelepak semesta
menghujam bumi
#66
sesejuk embun
sewangi sepoi bayu
sekokoh tanah
#67
aku di sini
tetap tempat yang sama
memikirkanmu
#68
lalui hari
dalam gempita ria
sepiku masih
12 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#69
bengek oh bengek
enggankah kau beranjak?
nafas tlah sesak
#70
hutan nan hijau
di pelosok negeri
kini berapi
#71
tatap ke esok
berjuta memorimu
tak kan mengirap
#72
no words but panting
so cold and quiet tonight
sound of creaking bed
#73
a labour of love
get the picture of my life
our souls intertwine
#74
bertahan pejam
bergeming di hadirmu
kuputus asa

13 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#75
sekuat daya
dipatri dalam hati
sgala ujarmu
#76
akan bertepi
satu hari denganmu
dan janji kita
#77
urging to cave in
these two hearty hearts' smelting
can't be divided
#78
berperang sengit
ihwal hasrat dan fakta
belum cukupkah?
#79
ku tak bernanah
tapi di ruang bisu
kau toreh luka
#80
bahana raya
terbangkan kisah kita
cinta terpisah
14 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#81
mencekal rindu
di mana kau artikan?
kau beri pilu …
#82
lelatu malam
jumpakan aku dan kau
bhāgya samsara
#83
si parotitis
inkubasi seminggu
nyeri menganggu
#84
wajah semrawut
bengkak di sana sini
si parotitis!!!!
#85
tak pernah cukup
serumpun untai kata
maknai sesak
#86
sejuta rasa
menanggung rindu dendam
juga rembulan
15 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#87
berkulit kayu
aku adalah kitab
berisi lagu
#88
aku bermakna
tanpa tirai kelambu
terawang cahya
#89
sebentar usai
luangku tuk haiku
kembali “nguli”
#90
seperti sayap
seharusnya mengepak
urung terluka
#91
pun belum cukup
jutaan tutur pena
mengungkap makna
#92
ingin berhenti
meniti jaring sunyi
aku terseret

 

16 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#93
tak hingga ambang
kau pohonkan ku sabar
hening bunuhku
#94
sana kemari
yakinku tentang engkau
juga tercekat
#95
suatu hari
kau berkata bijak
"percayalah, love"
#96
seorang engkau
sisakan harap cinta
tuk seorang ku
#97
teruji kisah
semat semua asma
matang di cinta
#98
sekali ini
jadilah air, kasih
basuh tangisku...
17 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#99
jika tlah kismat,
dapatkah kau bisiki
dan redakanku?
#100
happy birthday, sir…
you teach us how to answer
and the right questions
#101
wilujeng, akang
mugi bagja sugema
teu weleh aya
#102
tiada lagi
kataku tentramkanmu?
tanyamu sedih
#103
celoteh minggu
kakek nenek bergurau
tentang si kafan
#104
ku mondar mandir
pintu wc terkunci
padahal mules

 

18 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#105
lakon digelar
sinden berkulik lengking
wajah durjana
#106
sepinggan kisah
tentang anak negeri
terlindas harta
#107
satu permata
jadikan negeri jaya
diplomat agung
#108
ada berita
di panggung kota kita
berkabung darah
#109
penyihir ringkih
lantun kutukan mantra
lonte bidari
#110
lelaki muda
haus cinta ibunda
gila tersesat
19 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#111
teror si anak
tikam bapa di dada
dengan cintanya
#112
cintai cinta
nafaskan dahagamu
dan engkau jauh
#113
dan ku mencinta
tergari merindumu
bersimpuh do’a
#114
prahara terjang
sayat pegatkan smara
jiwa teruji
#115
ku ingin lugas
berkata tanpa batas
dan makna kias
#116
terngiang gilap
lepas malam di teras
sabda kucinta
20 | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie
#117
satu semata
terhunus kau berbaris
glora jenaka
#118
erangan bisu
bungkam basa, mengesah
titian raga
#119
lengar jemantung
bak pena tak bertinta
netra mengering
#120
kuseru kaka
bersahut helai daun
tancapkan kama
#121
tatapi pikat
gencat lenggok rintihan
puncak meluap
#122
badut menangis
kenduri pasar malam
tak laku lagi 

 

ranie dewiyanti
bandung, 12 juli 1972
jl. salendro timur bandung

hobby : nulis -amatir lah- , masak, nongton
pekerjaan : pengusaha
profesi : professional convention & event organizer
kids : 2 daughters
pendidikan : manajemen informatika AMIK bandung, matematika - FMIPA UNPAD
email : raniesmr@gmail.com
website : www.poemysteryan.com

  | P a g e
by ranie.dewiyanti © bandung, website : www.poemysteryan.com Haiku Ranie


 

No comments:

Post a Comment

Grafis Yanto

Grafis Yanto
Haiku Grafis Sudiyanto Admipro

Kumpulan Haiku Aghan S Parmin

Aghan S Parmin
malam datanglah
hati sunyi meraja
pintu bukalah

sampit, 12 2014

bintang berkedip
malam bak rahim bunda
mengadam-hawa

sampit, 12 2014

subuh mengembun
pagi tabur cahaya
burung terbanglah

sampit, 12 2014

malam meluruh
gelap menyimpan intan
bumi terengkuh

Sampit, 12 2014

gelembung busa
angin riuh berlalu
tangan kosonglah

sampit, 12 2014

layang melayang
dalam kendali tangan
aku layang kau

sampit, 12 2014

disinar bulan
daun sepuhan perak
hanyutku haiku

sampit, 12 2014

bulan cemerlang
bumi indah cahaya
aku dalam Hai

sampit, 12 2014

sehabis hujan
pohon-pohon menghening
batu tak gigil

sampit, 12 2014

Ed Jenura

Ed Jenura
Haiku Grafis Ed Jenura

Yuharno Uyuh


HAIKU 1

Menerjang peluh
Meregang tangis zaman
Kelu menahun


HAIKU 2

Tangis sang renta
Langit pekat bergetar
Anak pendosa

HAIKU 3

langit memerah

di pusara istana

gagak menjerit


HAIKU 4

merenda mimpi
raih setumpuk toga
mati berdasi


HAIKU 5

tangis sang ibu
di keheningan malam
langit bergetar


HAIKU 6

di sudut panggung
kecapiku membisu
gitar berjingkrak



Catatan Lutfi Mardiansyah

HAIKU DAN KETIADAAN PUSAT

Terlepas dari aturan atau pakem-pakem haiku, baik itu haiku klasik maupun haiku modern, dalam tulisan singkat ini saya ingin membicarakan satu hal mengenai haiku, yaitu “ketiadaan pusat”. Yang saya maksudkan adalah, dalam konteks ini, kata “pusat” bersinonim dengan “gagasan utama”. Dengan demikian saya ingin membahas ketiadaan gagasan yang, di dalam haiku, terkesan tidak terlalu penting, bahkan seringkali—secara ekstrim—ditolak. Logikanya, ketika gagasan pada sesuatu ditolak, maka ia menjadi sesuatu yang “tanpa gagasan”.

Sebagaimana jenis-jenis puisi seperti diwan, kasidah, ghazal, seringkali digunakan sebagai wadah ekspresi dari ajaran-ajaran sufisme, haiku seringkali dikaitkan dengan ajaran zen. Banyak penyair yang juga penganut ajaran zen menulis koan-koan mereka dalam bentuk haiku—walupun tidak semua. Karena zen dikenal sebagai filsafat kekosongan atau ketiadaan, atau ekstrimnya anti-filsafat, dalam hal ini haiku menjadi semacam perpanjangan dari ajaran tersebut.

Lalu apa yang ditawarkan haiku jika ia tidak menawarkan sebuah gagasan? Jika kita melihat bahwa dari segi isi puisi terbagi ke dalam dua jenis, yakni puisi-gagasan dan puisi-suasana, bisa jadi “suasana”-lah yang dalam hal ini hendak ditawarkan oleh haiku. Haiku menyediakan wadah bagi sesuatu yang “bukan dipikirkan” melainkan “dinikmati”. Haiku menyediakan wadah bagi fragmen-fragmen yang cenderung bersifat impresif daripada kontemplatif. Potongan suasana yang tiba-tiba, yang terlepas dari sebuah mula dan tidak terselesaikan.

Analogi sederhananya sebagai berikut: “seseorang membuka pintu”. Seperti itulah haiku. Haiku tak mengurusi dari mana orang itu sebelum dia membuka pintu dan akan ke mana dia setelah membuka pintu. Haiku hanya menangkap impresi-impresi semisal bunyi derit pintu ketika dibuka.

Dalam fokus pembahasan tersebut saya ingin mengetengahkan haiku karangan Isbedy Stiawan Z S untuk melihat bagaimana ketiadaan gagasan di dalam haiku. Berikut ini haiku-haiku tersebut:

dan hujan tandang
menyeret lampu padam
malam pun hitam

Pada haiku tersebut, Isbedy melukiskan sebuah potongan suasana yang tersusun dari “hujan”, “lampu”, dan “malam”. Di haiku ini Isbedy hanya menggambarkan bagaimana hujan datang (dan hujan tandang), kemudian hujan tersebut “seolah” membuat lampu-lampu padam (menyeret lampu padam) dan ketiadaan penerangan ini mengakibatkan malam menjadi gelap (malam pun hitam). Sudah. Tapi, apakah selesai sampai di situ? Apakah haiku ini hanya menawarkan potongan kejadian, sebuah puzzle berupa “hujan” yang ber-“tandang”, dan—mungkin—saking lebatnya hujan tersebut hingga ia seperti tirai tebal yang menghalangi pandangan kita dari nyala lampu, seolah-olah “lampu” itu “padam” dan hujan itulah yang membuatnya padam, serta pada gilirannya hal tersebut membuat “malam” menjadi gelap, seluruhnya berwarna “hitam”?

Apakah selesai sampai di sana dan hanya seperti itu saja?

Sebab jika kita melakukan pembacaan hermeneutik terhadap teks haiku tersebut maka hasilnya akan lain. Dengan berpegang pada kemiripan konsep, kita bisa membaca “hujan” sebagai suatu “kesedihan”, lalu “lampu (yang) padam” itu sebagai “hilangnya kegembiraan”, kemudian “malam” yang disandingkan dengan “hitam” itu sebagai “kehidupan” yang disandingkan dengan “derita”. Dengan demikian, jika teks haiku tersebut kita baca secara hermeneutik, bisa jadi salah satu tafsiran yang muncul adalah, bahwa haiku tersebut menggambarkan tentang kesedihan yang datang selalu membuat kegembiraan terhapus dan kita merasa hidup kita penuh derita. Justru di sini muncul sebuah gagasan, setidak-tidaknya gagasan mengenai kesedihan sebagai sesuatu yang melenyapkan kegembiraan, bahwa dua hal tersebut—kesedihan dan kegembiraan—ada dalam kerangka oposisi biner di mana, walaupun saling melengkapi, keberadaan yang satu selalu melenyapkan yang lainnya.

Sebagai penutup tulisan singkat dan sederhana ini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang timbul atas masalah tersebut di atas untuk selanjutnya—mungkin—bisa dijadikan bahan diskusi atau kajian yang lebih menyeluruh: Apakah ketiadaan pusat di dalam haiku itu suatu realitas yang segera terhapus begitu ia berhadapan dengan teori dan metode pengkajian sastra? Ataukah ini adalah sesuatu yang melampaui hal-hal ilmiah dan akademis tersebut? Sesuatu yang sifatnya esoterik?***

Denny Cholid Rachmat Awan

Semoga bermafaat bagi saya pribadi dan saudara2ku, sabahat2ku, sebagai pengetahuan yang perlu juga dikoreksi oleh saudara2ku di grup Haiku oleh :
Kang Kang Soni Farid Maulana, Kang Diro Aritonang, Kang Yesmil Anwar, Kang Yusef Muldiyana, Kang Igun Prabu, Kang Hikmat Gumelar, Bang Arsyad Indradi, Kang Beni Setia, dan kawan-kawan yang tidak saya sebut semua disini, bilamana ada kekurangan2 mohon dimaafkan tulisan saya ini hanya sebagai refresh saja, dan saya bersyukur semoga dengan kehadiran Kang Lutfi Mardiansyah disini sangat penting buat kita di Haiku bukan sekedar busa dan gincu. Sedikit pengetahuan bagi saya tentang "HAKIKAT KRITIK" semoga kawan-kawan bisa menambahkan dan koreksi : Kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Krinein” yang artinya memisahkan, merinci. Dari bidikan yang dihadapi dengan kenyataannya orang membuat suatu pemisahan, perincian antara nilai dan yang bukan nilai, yang baik dan yang jelek, namun bukan hanya arti susila saja, perlu landasan-landasan untuk menyoroti dalam arti yang sangat luas terhadap menentukan suatu ukuran nilai, yaitu nilai dalam penafsiran, nilai dengan ilmu, kaidah-kaidah atau norma yang menjadi pedoman secara sistematis. Persoalan kritik mempunyai kedudukan yang sangat penting pada kehidupan sosial manusia, karena kritik adalah sebagaimana orang memberikan penilaian atas nilai. Dalam tata kehidupan demokrasi masyarakat, kritik sangat dibutuhkan untuk menilai tentang kebijaksanaan para pemimpin dan para penguasa secara kritis. Seperti terjadi dalam suatu pemilihan umum, yaitu sebagai contoh pemilihan kepemimpinan melalui partai-partainya. Kritik menyoroti wilayah-wilayah tertentu dari suatu praktek kemanusiaan dalam sosialisasinya. Tanpa kritik belum tentu suatu cita-cita sesuai hasil dengan pencapaian harapannya.
Kritik dilontarkan dengan positif ataupun negatif bagai cambuk seakan-akan menjadi penghambat atau ancaman yang dianggap pengrusakan citra pada para pembuatnya, pada sistem struktural sebuah organisasi atau perseorangan dari sebuah nilai kesucian dan kemurnian hasil karya. Bisa juga kritik menjadi doping atau stimulus untuk mencapai harapan masa depan lebih baik dari yang sudah-sudah. Seorang kritikus sudah tentu harus mengerti hakekat kritik, sifat-sifat kritik dan persyaratan bagaimana melakukan kritik. Kendati demikian bukan tugas yang mudah ketika kritik itu harus diutarakan dan bahwa kritik yang benar adalah suatu nilai dasar untuk kemajuan eksistensi perbuatan kemanusiaan. Menjadi seorang kritikus berkualitas mempunyai disiplin ilmu untuk mempelajari dan memahami bagaimana menyoroti dan melontarkan kritik-kritiknya supaya tepat sasaran terhadap yang dinilainya atas perbuatan-perbuatan yang bisa ditangkap dan tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, seperti yang dilakukan seorang filsuf, agamawan dan masyarakat religius secara spirituil berfikir tentang ketuhanan. Bagaimana kita mengkritisi terhadap seorang hakim menvonis perbuatan seorang terdakwa, pemimpin negara mengatur rakyatnya, seorang seniman bagaimana ia menghasikan karya seni yang diciptakannya. Demikian macam-macam kritik diarahkan bukan serta merta seorang kritikus menjadi dewa terkesan lontaran caci-maki, opini, bisikan-bisikan, gunjingan sebagai kutukan yang gerah, akan tetapi menjadikan spirit dan titik terang mendorong lebih maju untuk melahirkan formula-formula baru dan inovasi pada kemajuan bangsa dan negara, serta satu contoh pada karya seni lebih bermutu sekaligus eksistensi para senimannya. Salam Haiku.

TULISAN HIKMAT GUMELAR

DI KUBUR ATAU DI RANJANG?
Ilmu pengetahuan bekerja dengan klasifikasi. Kerja ini
memungkinkan abstraksi. Abstraksi memungkinkan teori dan metodologi. Teori dan metodologi memberi jaminan pasti. Tapi klasifikasi kerap hanya mengambil salah satu identita
s realitas dan menjadikannya arca yang diklai sebagai satu-satunya identitas. Identitas-identitas realitas yang lain kerap sengaja ditindas demi kemudahan dan kerapihan melakukan klasifikasi dan abstraksi, menyusun teori dan metodologi.
Maka, ilmu pengetahuan potensial menyesatkan, potensial menghancurkan. Sajarah bahkan sudah banyak membuktikan kebiadabannya. Misalnya, antropologi pernah lama menganggap bahwa bangsa-bangsa di luar Eropa adalah bangsa primitf, tidak beradab, karenanya mesti diadabkan. Ilmu sejarah sendiri
selama berabad-abad menganggap bahwa sejarah adalah rekonstruksi masa silam berdasarkan arsip. Di luar arsip, bukan sumber sejarah. Dan sejarah yang disusun berdasarkan sumber-sumber lisan dianggap bukan sejarah, dianggap sebagai
tahyul. Anggapan ini memungkinkan lahirnya kolonialisme dan neokolonilisme yang hingga hari ini masih terus beroperasi.
Potensi buruk ilmu pengetahuan akan semakin besar jika
melihat kondisi hari ini. Ini hari arus perubahan sebegitu deras. Informasi melebihi gelombang tsunami. Gelombang tsunami menerjang dalam rentang waktu tertentu yang tak berlebih mungkin jika disebut cukup lama. Dan datangnya dari satu arah. Sementara gelombang informasi ini hari meluap dan menyergap di setiap
tarikan napas dan dari berbagai arah. Ini kondisi yang memungkinkan semakin banyak orang seperti ditulis Chairil Anwar dalam “Catatan Th. 1946:
Kita anjing diburu—hanya melihat dari sebagian sandiwara sekarang/Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Karena itu, yang disebut data-data sekalipun, yang disebut
fakta-fakta sekalipun, selalu hanya sejumput. Hal ini karena pengumpulannya dilakukan seperti oleh “anjing diburu”. Begitu pula perenungannya, yang karuan bukan di tepian tasik yang tenang, melainkan di tengah arus deras perubahan dan luapan dan sergapan gelombang informasi dari berbagai arah yang tak sudah-sudah. Belum lagi jika mengingat bahwa yang dinamakan “data” dan “fakta” adalah buah kesepakatan segolongan orang. Segolongan orang ini tentu saja bukan malaikat. Mereka tida nirkepentingan. Dan mereka pun selalu berada dalam ruang dan waktu tertentu yang karuan pula memengaruhi caranya memandang. Dengan demikian, jikapun ditemukan kebenaran, makna, dan arti, itu senantiasa parsial, senantiasa sementara. Konsekuensinya memang bukan sama sekali menafikan ilmu pengetahun, bukan anti-ilmu pengetahuan. Tapi jauhkanlah sikap menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai berhala. Bukalah selalu mata bahkan ketika tidur. Teliti dengan cermat, jernih, dan rendah hati setiap pijakan, langkah, dan temuan. Dunia ini sedemikian luas dan otak siapa pun hanya sekepalan bayi. Perkara bertambah lagi jika yang ditulis Chairil itu benar bahwa “kita hanya melihat dari sebagian sandiwara sekang. Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang”. Ini karena kita di abad ke-21 ini seperti “Anjing diburu”.
Saya merasa perlu menulis begitu setelah membaca teks yang
diniatkan oleh Lutfi Mardiansyah sebagai kritik sastra. Sebetulnya saya enggan masuk dalam perdebatan yang dimulai oleh ayunan palu hakim dan lalu disusul oleh banyak semburan derau. Saya telah mencoba sebentar meredakan meski semata karena saya merasa Lutfi menyapa saya. Percobaan itu saya lakukan dengan
menyelipkan kutipan utuh “Gunung-Gunung”, puisi Emily Dickinson, dalam dalam komentar saya untuk Teh Meycha. Puisi bagus yang diterjemahkan dengan bagus oleh Gunawan Mohamad itu, hemat saya, relevan untuk hadir di tengah ayunan palu dan semburan-semburan derau. Tapi “Gunung-Gunung” itu rupanya tak didaki.
Padahal, seingat saya, saya pun sudah menulis sedikit kisah mengenai kenapa sampai Emily baru dikenal sebagai penyair brilian di Amerika Serikat, bahkan kemudian dunia, setelah dia mangkat.
Sebenarnya komentar Kang Beni Setia sudah menunjukkan kekurangan mendasar dari teks Lutfi itu. Dengan cukup gamblang Kang Beni mengatakan bahwa teks Lutfi itu dibangun di atas pandangan yang menyamaratakan, gebyah uyah. Semua haiku diandaikan “tidak ada pusat”, yang berarti “tidak ada gagasan”.
Jika saja itu dibaca dengan mata terbuka, cukup sudah. Goyah itu yang mengklaim sebagi teks ilmiah. Namun, seperti “Gunung-Gunung”, itu pun seperti dilewat begitu saja. Maka, mencuatlah tanya, kenapa bisa demikian? Apa yang memungkinkannya?
Saya merasa bebal. Saya gagal menemukan jawab. Saya hanya
semata bisa menduga, jangan-jangan muasal perkaranya dari penjadian pemilahan yang populer di tahun 70-an, yakni soal puisi suasana dan puisi gagasan, sebagai pijakan. Dan pemakaian pemilahan ini sebagai pijakan dibeking oleh pandangan mengenai puisi yang terdiri dari isi dan wadah seperti air dan ember. Menurut Lutfi, isi puisi itu ada dua, yakni gagasan dan suasana. Berdasarkannya, disebutkannya lah bahwa semua haiku adalah berisi suasana. Lalu diperkuat dengan menyebut kebertautan haiku dengan Zen yang punya tradisi koan. Saya merasa tak perlu lompat jauh-jauh ke sejarah perkembangan haiku, terlebih dengan mengaitkannya dengan Zen dan koan. Cukup rasanya dengan kita menyoal perkara puisi yang seperti air dan ember serta isi puisi yang terdiri dari suasana dan gagasan. Apakah iya puisi bisa dijadikan
terpisah antara wadah dan isi? Dan, sebenarnya pertanyaan ini tak perlu diajukan karena andaian yang mendasarinya sudah ilusif, apakah iya isi puisi hanya suasana dan gagasan? Apa yang dimaksud gagasan? Apa yang dimaksud suasana? Apa dalam suasana mustahil ada gagasan? Apa dalam gagasan mustahil
mengahdirkan suasana? Apa pula tak ada lain di luar gagasan dan suasana?
Kecuali itu, Lutfhi pun mengklaim memakai hermenetik untuk
menjalankan penafsiran lapis kedua terhadap karya Mas Isbedy. Sementara dia mengatakan bahwa haiku adalah karya tanpa pusat. Jika mau konsisten, menggunakan hermenit untuk mebaca karya yang konon tanpa pusat itu slangkah baik untuk hati-hati. Pasalnya, sila ingat sejarah hermenetik, juga tokoh-tokohnya. Dari situ terang bahwa hermenetik itu mengandaikan adanya kebenaran utama. Itu yang harus diburu. Saya dengar, pendekatan ilmiah itu wajib menjelaskan istilah-isitilah kunci. Penjelasan itu wajib meniadakan acuan ganda, wajib meniadakan mabiguitas. Kewajiban ini rasanya belum dipenuhi Lutfi. Masih banyak yang sebetulnya perlu dipersoalkan. Namun itu saja rasa-rasanya sudah lebih
dari cukup, apalagi dua baris “Catatan Th. 1946” itu sudah sangat terang mengingatkan kita. Atau biar tak terlewat pula kita petik saja lagi, ya:
Kita anjing diburu—hanya melihat dari sebagian sandiwara sekarang/Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang

SDFK

KIRIMAN DARI SDFK

Mien Ardiwinata Kusdiman

SDFK # Bayang Bayang Sepanjang Badan #

malam kembali hening
seperti malam kemarin
dan kemarinnya lagi
hujanpun terus menderas
dari malam kemarin
dan kemarinnya lagi
menggigil aku kedinginan
walau sudah berselimut tebal
mestinya kamu ada disini..
tapi aku sangat tahu
kau sudah ada disana
dan aku harus tetap disini
semuanya harus seperti ini
kita berpisah sayang..

hingga larut tak jua aku terlelap
aku tidur dikamar kita
dengan sprei putih berenda
dan aroma bunga sedap malam yang kamu suka
dinding kamar cantik kita
bertaburan kenangan silam
ada kamu dan aku dalam pigura waktu
semua bercerita tentang kita
cerita silam sangat indah
ketika bersamamu..
aku sangat bahagia
walau ada air mata
tak semua tangis artinya sakit
tak semua air mata adalah duka
terimakasih buatmu kekasih
yang telah mengisi indahnya hari hariku
sekian lama.. dengan janji dan cinta tulus
dalam meniti dari waktu ke waktu
hingga pelukan terakhir kita

( revisi puisi celoteh hati - resminiardiwinata - januari 2013 )